Dewa melemparkan begitu saja gitar akustik kesayangannya ke kasur usang yang terbentang di sudut kiri kostan nya. Anwar yang sedari tadi mengikuti langkah Dewa akhirnya bisa bernafas lega, meredam amarah Dewa bukan perkara mudah.
Anwar
mengangguk, entah mengangguk mengamini atau mengangguk hanya untuk mendinginkan
hati sahabatnya yang masih panas itu.
“Minum dulu,
Wa. Istigfar...!”
Meski masih
dongkol, tak urung juga Dewa menerima uluran gelas yang berisi air bening dari
tangan Anwar.
Kejadian
siang ini benar-benar membuatnya hilang kesabaran, sudah berusaha ditekannya
habis-habisan amarah, tetapi perlakuan Anton di kampus benar-benar menguji
kesabarannya.
Anton dengan
sengaja membuka rahasia Dewa yang selama ini ditutupnya rapat-rapat dari semua
anak dikampus. Entah darimana Anton mendapat informasi tentang masa lalu Dewa.
Masa lalu yang tak pernah ingin Dewa ingat selamanya.
♬
“Tahu tidak
teman-teman, ternyata di kelas kita ini, ada anak perempuan gila yang dulu
pernah menjadi istri pejabat ternama di kota ini. Tapi karena tersandung
masalah korupsi, karir pejabat itu hancur. Dia melarikan diri bersama istri
simpanannya. Meninggalkan istri pertama dan anaknya yang saat itu masih SMA.
Karena tidak kuasa menahan aib yang ditinggalkan mantan suaminya dan hampir
semua kekayaan disita negara, perempuan itu menjadi gila. Kini dia mendekam di
RS jiwa yang berada tepat dibelakang kampus kita ini.” Umum Anton siang itu
saat mereka tengah berkumpul di kantin teknik.
Dewa yang
sejak awal kuliah tidak pernah punya hubungan baik dengan Anton jelas menjadi
sasaran tatapan ingin tahu teman-temannya. Seolah mengamini dugaan
teman-temannya, Anton mengangguk dengan senyum tersungging disudut bibirnya.
“Yaaa...
kalian benar. Dia adalah Dewa! Anak seorang koruptor yang membuat susah
rakyatnya! Kini ibunya gila tanpa ada yang peduli padanya. Pak Presiden di
kampus kita ternyata anak koruptor! Huuu... kita harus hati-hati, kalau perlu
adakan tim khusus seperti KPK, siapa tahu ternyata Dewa juga mempunyai tabiat
busuk seperti ayahnya. Korupsi, untuk mengobati ibunya yang gila!” Tambah Anton
semakin senang.
Dewa yang
sedari tadi diam, mau tidak mau tersulut amarahnya karena tidak terima ibunya
dibawa-bawa. Dewa siap menerjang andaikan langkahnya tidak dikunci oleh Anwar
yang sudah bisa membaca kilatan marah dimata itu.
♬
“Memang
kenapa kalau aku anak koruptor? Memang kenapa kalau aku anak orang gila?
Bukankah aku masih berhak hidup normal seperti manusia biasa? Sebenarnya apa
salahku dengan Anton, War?!” tanya Dewa putus asa.
Ayahnya yang
sejak pertama pergi meninggalkan mereka bersama selingkuhannya tak pernah
sekalipun datang menjenguk mereka. Kabarnyapun tak pernah Dewa dengar. Tapi
meski laki-laki tak bertanggung jawab itu telah menghilang, namanya tetap saja
dikait-kaitkan dengan kehidupan yang Dewa jalani sekarang.
Ayahnya boleh
koruptor, tapi dari kecil ibu tak pernah mengajarinya melakukan perbuatan
curang, menghalalkan segala cara untuk memperoleh keinginannya. Dewa terbiasa
berusaha dengan kemampuannya sendiri. Bahkan sejak ditinggal ayahnya, dengan
kondisi ibunya yang tak mungkin mampu membiaya hidup Dewa. Dewa terpaksa turun
ke jalan, menjadi pengamen untuk mencari tambahan, pagi-pagi berjualan koran
untuk biaya sekolah.
Hasil
kerjanya di bengkel temannya begitu pulang kuliah dia tabung untuk biaya
pengobatan ibunya. Uang bayar kostan pun, dia bagi dua dengan Anwar. Teman
seperjuangan yang tahu benar bagaimana tabiat Dewa sejak pertama menginjak
dunia kuliah.
“Atau aku
berhenti saja kuliah disana, War?”
Anwar
terperanjat mendengar gagasan Dewa. “Lantas membiarkan Anton menang dengan
segala asumsinya? Maju, Wa! Buktikan pada mereka kalau kamu bersih, tanpa ada
bayang-bayang ayahmu. Di tubuhmu memang mengalir darah ayahmu, tapi bukan
berarti sifat buruknya mengalir juga padamu. Hidupmu, dirimu yang menentukan.
Mau menjadi baik atau menjadi buruk. Dan semoga ayahmu sadar, bahwa akibat
perbuatannya, bukan hanya rakyat yang menderita, keluargapun menjadi korban. “
Dewa diam,
membenarkan ucapan sahabatnya. Terlalu dini untuk menyerah.
♬♬♬
No comments:
Post a Comment