Wednesday 23 November 2022

Our Story

 Kita tidak bisa mengatakan bahwa seseorang itu lemah, cengeng, penakut, dsb. 

Karena kadar kesanggupan seseorang berbeda-beda dan bisa jadi kita belum pernah berada di posisi mereka maka dengan mudahnya kita melontarkan kata-kata demikian. 

Dalam hidup, kita dihadapkan dengan banyak pilihan, maka tugas kita memilih yang terbaik dan akan lebih baik lagi jika kita melibatkan Sang Pencipta dalam segala urusan. 

Benar, hidup ini bagaikan roda. Adakalanya kita berada di atas, di tengah, bahkan di titik terendah. Kecewa, marah, harap, bahagia. Tak jarang kita mengumpat, berteriak marah karena dipecundangi dunia. Merasa hidup tidak adil, mengeluh, meratap, hingga menangis mengiba.

Sungguh, tidak ada yang salah dengan sebuah tangisan. Jangan membuat batasan bahwa tangisan adalah kadar seseorang cengeng, lemah. Justru bagi mereka yang kuat, tangisan adalah titik terendah di mana mereka sudah tidak mampu berkata-kata untuk mengungkapkan apa yang mereka rasakan, maka tangisan berbicara. 

Pun jangan membuat batasan hanya perempuan yang boleh menangis, Laki-laki tidak boleh, dianggap lemah. Sungguh itu paradigma yang menyesatkan. 

Silakan menangis, tanpa harus merasa malu, tanpa harus berfikir gendermu. Setidaknya dengan menangis membuktikan bahwa kita masih memiliki hati, kita masih seorang manusia. Dengan catatan, lakukan secukupnya, di tempat semestinya, karena hal yang berlebihan tidak pernah baik hasilnya.

Silakan meluapkan emosi, berbagi cerita. Ceritakan apa yang kita rasakan, kepada orang yang kita percaya, yang mampu menjaga rahasia kita. Karena tidak semua orang yang bertanya "kenapa?" benar-benar peduli dengan apa yang kita alami, lebih banyak sekedar ingin tahu untuk kemudian berlalu. 

Berceritalah, kitapun bisa meluapkan emosi kita lewat tulisan. Takut jika dibaca seseorang, ketahuan rahasia kita, langsung hapus atau bakar begitu kita selesai meluapkan emosi kita. Lebih baik lagi, jika kita bercerita pada Sang Pencipta, dijamin cerita kita akan lebih aman. Bisa saja kita diberikan cobaan, karena Dia rindu mendengar rintihan kita, cemburu karena kita sudah lama abai pada-Nya dan perlahan menjauh. Dan sungguh, dari semua do'a kita, Allah tidak pernah menolaknya. Dia mempunyai 3 jawaban: "Iya/Nanti/Aku punya yang lebih baik untukmu".

Maka tugas kita adalah berusaha, menunggu, menunggu jawaban itu datang. Tidak sekarang, nanti. Tidak di dunia, di akhirat. Jangan pernah putus harapan, karena jawaban itu pasti ada. Jawaban dari setiap do'a kita, harapan kita, pinta kita. 

Jika memang saat ini kendaraan yang kita kendarai sedang melalui jalan berbatu, mengalami guncangan hebat. Jangan pernah putus harapan. Kita sudah melakukan yang terbaik. Jika memang lelah, ambillah istirahat sejenak, menyiapkan perbekalan, menyusun rencana untuk ke depan. Kemudian bangkit dengan lebih gagah lagi.

Cintai dan hargai diri kita terlebih dulu untuk kemudian mencintai dan menghargai orang lain, maka kita akan dicintai dan dihargai orang lain. Lakukan dengan ikhlas. 

Dekap rasa sakit itu jadikan pembelajaran ke depan, simpan kenangan itu di tempat semestinya untuk kita temui dengan senyum lebar di kemudian hari. Hingga nanti, saat semuanya membaik kita bisa mengatakan pada kenangan pahit yang itu. "Ahhh... Aku pernah berada di masa ini dan kini aku sudah berada di masa yang lain. Terima kasih sudah menjadi kuat. Terima kasih sudah bertahan."