Sunday 6 April 2014

BENTUK-BENTUK TES BAHASA (TES BUNYI BAHASA, TES KOSAKATA, TES TATA BAHASA, TES MENYIMAK)



BENTUK-BENTUK TES BAHASA
(Tes Bunyi Bahasa, Tes Kosakata, Tes Tata Bahasa dan Tes Menyimak)


I.         PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang
Tes kompetensi kebahasaan adalah tes yang dimaksudkan untuk mengungkapkan pengetahuan kebahasaan peserta didik. Kompetensi kebahasaan seperti dikemukakan di atas, adalah pengetahuan tentang sistem bahasa, struktur, kosakata, dan seluruh aspek kebahasaan yang ada.
Dalam pembelajaran bahasa, khususnya bahasa kedua dan bahasa asing, kompetensi kebahasaan perlu diajarkan dan diteskan secara khusus karena kompetensi itu dapat dipandang sebagai prasyarat untuk menguasai kompetensi komunikatif, jadi bersifat prakomunikatif, atau tindak berbahasa baik yang bersifat reseptif maupun produktif.
Ditinjau dari segi fungsi komunikatif bahasa, tes kompetensi kebahasaan tidak secara langsung mengukur kemampuan berbahasa peserta didik.
Kompetensi berbahasa yang bersifat aktif reseptif pada hakikatnya merupakan kemampuan menerima, proses decoding, kemampuan untuk memahami bahasa yang didituturkan oleh pihak lain baik yang dituturkan melalui sarana bunui atau tulisan.
Kompetensi kebahasaan yang sangat dibutuhkan dalam kinerja berbahasa adalah struktur tata bahasa (grammatical structure) dan kosakata. Pemahaman bahasa lewat sarana bunyi merupakan kegiatan menyimak.


B.     Rumusan Masalah
Rumusan dalam makalah ini adalah:
Apakah yang dimaksud dengan tes bunyi bahasa, tes kosakata, tes tatabahasa, dan tes menyimak?
C.    Tujuan
Tujuan dalam makalah ini adalah untuk mengetahui bentuk-bentuk tes bahasa berupa tes bunyi bahasa, tes kosakata, tes tatabahasa dan tes menyimak.

II.      PEMBAHASAN
A.  Tes Bunyi Bahasa
1.    Pengertian Bunyi Bahasa
Bunyi bahasa merupakan bunyi, yang merupakan perwujudan dari setiap bahasa, yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang berperan di dalam bahasa. Bunyi bahasa adalah bunyi yang menjadi perhatian para ahli bahasa. Bunyi bahasa ini merupakan sarana komunikasi melalui bahasa dengan cara lisan. Dalam pembentukan bunyi bahasa ada tiga faktor utama yang terlibat, yaitu (1) sumber tenaga, (2) alat ucap penghasil getaran, dan (3) rongga pengubah getaran. (http://id.wikibooks.org/wiki/Bahasa_Indonesia/Bunyi.)
2.    Contoh Tes Bunyi Bahasa
Tes bunyi bahasa dapat berupa: mengenal bunyi bahasa, membedakan bunyi bahasa, melafalkan bunyi bahasa, melafalkan kata-kata, melafalkan pasangan kata, melafalkan rangkaian kalimat, dan membaca teks.





Tabel Contoh Tes Bunyi Bahasa
Sasaran Tes
Tugas
Butir Tes
Kunci Jawaban
Bunyi Bahasa
Tuliskan konsonan cara pengucapannya dengan alat ucap saling bersentuhan yang terdapat pada pelafalan kata-kata berikut
baik pin 
minum
/b//p/ 
/m/
Kosakata
Tulislah lawan kata dari kata-kata berikut
riuh menulis 
hidup
sunyi membaca 
mati
Tata Bahasa
Tulislah kata baku dari kata-kata berikut
nopember apotik 
ijin
november apotek 
izin

B.  Tes Kosakata
Penguasaan kosakata dapat dibedakan ke dalam penguasaan yang bersifat reseptif dan produktif, yaitu kemampuan untuk memahami dan memergunakan kosa kata. Kemampuan memahami kosakata (juga: struktur) terlihat dalam kegiatan membaca dan menyimak, sedang kemampuan memergunakan kosakata tampak dalam kegiatan menulis dan berbicara.
Menurut Nurgiyantoro (2010:338) Tes kosakata adalah tes yang dimaksudkan mengukur kompetensi peserta didik terhadap kosakata dalam bahasa tertentu baik yang bersifat reseptif maupun produktif.
1.    Bahan Tes Kosakata
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan bahan tes kosakata berikut akan dikemukakan. Faktor-faktor yang dimaksud hendaknya dipandang sebagai satu kesatuan:

a.    Tingkat dan Jenis Sekolah
Faktor pertama yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan bahan tes kosakata adalah subjek didik yang akan dites, apakah mereka termasuk tingkat sekolah dasar, menengah pertama atau menengah atas, sekolah menengah umum ataukah kejuruan. Perbedaan tingkat dan jenis sekolah akan menuntut adanya perbedaan pemilihan kosakata yang diteskan.
Pembedaan kosakata yang diteskan pada umumnya didasarkan pada buku pelajaran yang dipergunakan untuk masing-masing tingkat dan kelas yang bersangkutan.
b.      Tingkat Kesulitan Kosakata
Pemilihan kosakata yang diteskan hendaknya juga mempertimbangkan tingkat kesulitannya, tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sulit, atau butir-butir tes kosakata yang tingkat kesulitannya layak.
c.       Kosakata Pasif dan Aktif
Kosakata pasif adalah kosakata untuk penguasaan reseptif, kosakata yang hanya untuk dipahami dan tidak untuk dipergunakan. Kosakata aktif adalah kosakata untuk penguasaan produktif, kosakata yang dipergunakan untuk menghasilkan bahasa dalam kegiatan berkomunikasi (Nurgiyantoro, 2010: 340).
Antara kosakata pasif dan aktif ada perbedaan yang bersifat kuantitatif karena ada kata-kata yang hanya perlu dikenal dan dipahami saja dan tidak perlu dipergunakan.
d.      Kosakata Umum, Khusus, dan Ungkapan
Kosakata umum adalah kosakata yang ada dalam suatu bahasa yang bukan merupakan istilah-istilah teknis atau kosakata khusus yang dijumpai dalam berbagai bidang keilmuan (Nurgiyantoro, 2010:341). Pengambilan kosakata khusus akan merugikan peserta didik yang tidak memiliki latar belakang kemampuan bidang khusus yang bersangkutan. Tes kosakata hendaknya juga mempertimbangkan adanya kata yang bermakna denotatif dan konotatif, atau ungkapan-ungkapan.
2.    Pembuatan Tes Kosakata
Menurut Nurgiyantoro (2010: 342) tes kosakata dapat dibedakan ke dalam penguasaan reseptif dan produktif. Mengingat  bahwa tujuan akhir pembelajaran bahasa adalah kompetensi berbahasa bahasa target peserta didik, tes kosakata tampaknya harus ditekankan pada fungsi komunikatif bahasa baik yang bersifat reseptif ataupun produktif.
a.      Tes Pemahaman Kosakata dalam Konteks
Kosakata dari wacana yang diujikan dapat berwujud sebuah kata, istilah, kelompok kata, atau ungkapan. Di bawah ini dicontohkan hal-hal yang dimaksud:
Contoh:
Program “perang angkasa” yang dilontarkan oleh presiden Amerika Serikat dan menjadi sesuatu kontroversial pada waktu itu, kini sudah tidak lagi terdengar gaungnya.
Kata yang dicetak miring pada teks di atas bermakna...
a.       Bertentangan
b.      Tidak bersesuaian
c.       Masih menjadi bahan perhatian*)
d.      Masih menjadi bahan perdebatan
Catatan: contoh tes kosakata dalam bahasa Indonesia dan Inggris berikut dikutip Halim (1974:73) dan Harris (1979:51-52) dalam Nurgiyantoro (2010: 344) yang benar-benar diskret dan terisolasi seperti terlihat di bawah ini sebaiknya tidak diikuti.
Contoh:
Mengigau
a.       Berkata-kata pada diri sendiri
b.      Berkata-kata pada waktu tidur-tiduran
c.       Berkata-kata pada waktu tak sadarkan diri*)
d.      Berkata-kata pada waktu menangis
Tes kosakata yang bersifat reseptif dengan tanpa mengaitkannya dalam suatu konteks seperti di atas dianggap mempunyai kelemahan, atau paling tidak kurang tepat. Sebab, kata dapat mempunyai berbagai dimensi makna, baik yang bersifat denotatif maupun (terlebih) konotatif.
b.      Tes Penempatan Kosakata dalam Konteks
Tes penempatan kosakata dalam teks atau konteks tertentu, walau tidak terlalu tinggi levelnya, dapat dikategorikan sebagai tes produktif, yaitu mempergunakan kosakata dalam atau untuk tujuan komunikasi.
Untuk dapat memilih dan mempergunakan kata dalam suatu wacana atau untuk menghasilkan wacana secara tepat, peserta didik dituntut untuk telah memahami makna kata yang bersangkutan (Nurgiyantoro, 2010: 345).
Contoh:
Pada era globalisasi yang ditandai oleh adanya persaingan global yang semakin intensif dewasa ini ... dan kualitas kerja harus ditingkatkan dan diutamakan.
a.       Produk
b.      Produktif
c.       Produksi
d.      Produktivitas*)
c.       Identifikasi dan Pembetulan Kesalahan Kosakata dalam Teks
Untuk dapat mengerjakan tes kosakata bentuk ini, peserta didik dituntut untuk melakukan analisis wacana tempat kata tersebut digunakan. Bahan yang diteskan dapat berupa penggunaan kata secara cermat dalam suatu wacana. Di bawah ini dicontohkan soal-soal yang dimaksud:
Idebtifikasikan kata-kata tertentu yang penggunaannya dalam konteks berikut tidak tepat.
“Dari seorang ilmuwan seperti Umar Junus telah banyak tulisan yang ditimbulkan berdasarkan penyelidikan-penyelidikan kesastraannya. Pendapatan yang diperolehnya mencerminkan ketekunan dan kesangatan kerja, sebagaimana halnya seorang abdi negara yang sedang menekuni masalah penelitian tentang kejahatan.
Masalah itu menyebabkan munculnya pertengkaran paham antara keduanya. Masing-masing pihak saling bertendensi menyalahkan pihak lain dan membetulkan pihak sendiri, saling menumbangkan proporsi pihak lain walau kadang-kadang memakai alasan yang tidak masuk akal.”
Untuk butir tes yang pertama, kata-kata yang tidak tepat atau kurang cermat pemakaiannya sesuai dengan hubungan konteks berturut-turut adalah ditimbulkan, penyelidikan, pendapatan, kesangatan, abdi negara, dan  penelitian. Untuk lebih cermatnya penuturan, kata-kata tersebut secara berturut-turut seharusnya adalah dihasilkan, penelitian, penemuan (hasil), kesungguhan, alat negara, dan penyelidikan.

C.  Tes Struktur Tata Bahasa
Struktur tata bahasa sering diucapkan dengan istilah struktur, tata bahasa, struktur gramatikal, atau kaidah bahasa. Dalam penulisan ini dipergunakan istilah struktur atau struktur tata bahasa dengan menunjuk pengertian yang sama dengan gramatikal, yaitu sebagai “subsistem dalam organisasi bahasa di mana satuan-satuan bermakna bergabung untuk membentuk satuan-satuan yang lebih besar” (Kridalaksana dikutip Nurgiyantoro, 2010:327).
Menurut Nurgiyantoro (2010: 327—337) penyusunan tes struktur, seperti halnya menyusun tes-tes yang lain, mencakup dua masalah pokok, yaitu:
1.    Bahan Tes Struktur
Pemilihan bahan harus mewakili bahan yang telah diajarkan atau mencerminkan tujuan tes pengetahuan tentang struktur yang dilakukan. Pemilihan bahan tes pada hakikatnya adalah pemilihan sampel. Sampel yang baik adalah sampel yang dapat mewakili kondisi yang ada.
Pemilihan bahan struktur yang akan diujikan di sekolah hendaklah dilakukan dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a.    Tingkat dan Jenis Sekolah
Yang dimaksud tingkat sekolah adalah apakah peserta didik yang diuji termasuk tingkat sekolah dasar, menengah pertama, atau menengah atas, sedangkan jenis sekolah menunjuk pada sekolah umum atau kejuruan.
Semakin tinggi tingkat sekolah menuntut kemampuan kognitif yang semakin tinggi pula. Adanya perbedaan kemampuan kognitif peserta didik tersebut, sebagai konsekuensinya, menuntut adanya pembedaan kompleksitas struktur yang diajarkan dan diujikan.
b.      Kurikulum dan Buku Teks
Struktur yang diujikan haruslah struktur yang telah diajarkan agar alat tes yang bersangkutan memenuhi kriteria validitas isi. Bahan pembelajaran itu sendiri biasanya dikembangkan berdasarkan bahan yang terdapat dalam kurikulum sekolah dan buku-buku pelajaran yang dipergunakan. Pada kurikulum dan buku pelajaran dimuat dan diuraikan bahan struktur tata bahasa yang telah disesuaikan dengan tingkat sekolah.
Kurikulum bahkan menentukan bahan untuk tiap semester, dan akan lebih baik jika kemudian dibuat deskripsi bahan secara sistematis untuk tiap semester yang berupa program semester guna memudahkan pembelajaran dan penyusunan alat tesnya.
c.       Tujuan Tes
Peyusunan tes bertujuan untuk mengukur kecakapan umum (general proficiency test), pemilihan bahan struktur akan lebih sulit dilakukan, dan dalam banyak hal pemilihan itu akan bersifat subjektif. Tes kecakapan umum dimaksudkan untuk mengukur kemampuan peserta tes dalam bahasa tertentu, atau para calon yang akan mengikuti program tertentu.
Pemilihan bahan untuk tes ini kiranya dapat dengan mendasarkan diri pada buku-buku pelajaran yang dipergunakan di sekolah sesuai dengan tingkat tes yang diujikan (Harris, 1979:39). Dengan demikian, penyusunan tes kecakapan umum tersebut memiliki semacam pedoman yang dijadikan pegangan.
d.      Status Bahasa yang Diajarkan
Status bahasa yang dimaksud adalah apakah itu bahasa ibu, bahasa kedua atau bahasa asing. Tes struktur untuk ketiga status bahasa tersebut tidak sama, terutama disebabkan oleh adanya perbedaan tingkat kompetensi kebahasaan yang telah dimiliki peserta didik.
2.      Pembuatan Teks Struktur
Ketepatan penggunaan sistem bahasa dalam kinerja berbahasa pada konteks resmi sebenarnya merupakan “keharusan” karena kalau tidak demikian, bahasa yang dihasilkan menjadi tidak terpelihara dan asal bahasa saja.
Teks struktur yang bersifat diskret, berdiri sendiri, dan terisolasi dari konteks sebaiknya sangat dibatasi. Sebagai gantinya soal sebaiknya berada dalam konteks atau diusahakan memiliki konteks sehingga soal tidak terlalu bersifat diskret dan paling tidak bersifat integratif. Selain itu, soal juga menjadi lebih bermakna. Di bawah dicontohkan sejumlah tes struktur yang dimaksud:
a.      Tes Struktur dalam Teks versus Tanpa Teks
Soal tes struktur baik bentuk morfologi maupun struktur kalimat sebaiknya berada konteks kalimat dan tidak berdiri sendiri bersifat diskret. Bentuk soal yang dimaksud adalah bentuk pilihan ganda, jadi masih bersifat tradisional, untuk tes morfologi dan struktur kalimat misalnya sebagai berikut:
1)      Tes Morfologi lewat Teks
Soal tes misalnya menanyakan ketepatan bentuk kata dalam penggunaannya dalam konteks kalimat atau wacana tertentu.
Contoh:
Acara reuni yang diselenggarakan di sekolah itu mampu ... peserta didik tamatan terdahulu yang telah sukses dengan peserta didik tamatan yang lebih kemudian.
A.  Menemukan
B.  Ditemukan
C.  Memertemukan*)
D.  Dipertemukan
2)      Tes Struktur Kalimat lewat Teks
Soal tes dapat menanyakan atau mengidentifikasi pola struktur kalimat, kalimat yang berpola sama, kalimat salah, membenarkan kalimat salah, dan lain-lain.
Contoh:
Tukang loper koran itu pasti datang sebelum pukul 7.00 setiap hari. Hal itu telah menjadi kebiasaan dalam pekerjaannya sehingga tidak terasa berat. Apapun namanya, pekerjaan harus ditekuni dan dicintai.
Kalimat pertama wacana di atas berpola...
A.  S-P-O
B.  S-P-K*)
C.  S-P-O-K
D.  S-P-K-K
Sebenarnya, untuk tes seperti di atas juga dapat dilakukan tanpa konteks (kalimat lain) yang menyertainya dengan pertimbangan konteks wacana justru menyita waktu yang terbatas. Hanya saja, tes yang demikian terasa betul bahwa itu sebagai ujian dengan soal yang benar-benar diskret. Jadi, soal tes cukup ditulis:
Tukang loper koran itu pasti datang sebelum pukul 7.00 setiap hari.
Kalimat tersebut berpola:
A.  S-P-O
B.  S-P-K*)

C.  S-P-O-K
D.  S-P-K-K
Contoh lain soal struktur yang “keluar” dari teks, tetapi dapat ditoleransi, misalnya berupa penggabungan dua kalimat tunggal menjadi sebuah kalimat gabung dengan mempersoalkan logika pemakaian kata sambung.
Contoh:
Hatinya tertarik pada seni. Seni memperhalus budi.
Kemungkinan penggabungan dua kalimat tersebut yang dapat diterima adalah...
a.    Hatinya tertarik pada seni maka memperluas budi.
b.    Hatinya tertarik pada seni sehingga memperluas budi.
c.    Hatinya tertarik pada seni agar memperluas budi.
d.   Hatinya tertarik pada seni karena memperhalus budi.*)
b.      Identifikasi dan Pembetulan Kesalahan Struktur pada Teks
Soal jenis ini berangkat dari tuntutan pekerjaan yang berupa mengoreksi tulisan yang sering mengalami berbagai kesalahan struktur dan juga yang lain seperti kosakata dan ejaan sebagaimana yang dilakukan guru terhadap karangan anak atau editor majalah. Peserta didik dibelajarkan untuk mengenali, mengidentifikasi, dan kemudian membetulkan kesalahan-kesalahan yang ada dalam teks itu sehingga diharapkan tertanam sikap dan kemampuan analitis-kritis ketika membaca sebuah tulisan.
Jika memilih tes struktur bentuk ini, teks yang dibuat harus singkat, struktur yang salah (bentuk kata, kelompok kata, atau struktur kalimat) harus jelas dan diberi tanda, perintah pengerjaan harus jelas, dan hanya ada satu jawaban benar.
Jika hanya meminta peserta ujian untuk mengenali kesalahan struktur, perintah pengerjaan soal misalnya berbunyi:
“Tunjukkanlah bentuk yang salah pada teks yang dicetak tebal dan diberi garis bawah dengan memberikan tanda silang pada huruf A, B, C, atau D pada lembar jawab”.

Setiap orang harus bertanggung jawab perbuatannya. Itulah yang
                                                A*)
dapat disebut sebagai orang yang bertanggung jawab. Namun, pada
                                                                   B
kenyataannya tidak sedikit orang yang lari dari tanggung jawab.
          C                                                                            D
Di pihak lain, jika meminta peserta ujian untuk mengenali kesalahan dan sekaligus menunjukkan bentuk yang benar, perintah pengerjaan soal dapat berbunyi:
“Tunjukkanlah bentuk yang salah dan bagaimana yang seharusnya pada teks yang dicetak tebal dan diberi garis bawah dengan memberikan tanda silang pada huruf A, B, C, atau D pada lembar jawab”.
Contoh:
Tampaknya dewasa ini ada kecenderungan orang lebih suka
                                                       A
berbelanja di supermarket daripada di pasar tradisional. Hal itu
                                                 B
mungkin disebabkan ada faktor gengsi yang lebih tinggi jika belanja
                                                  C                                                   D
di supermarket.
A.  Cenderung
B.  Dari
C.  Faktor bergengsi
D.  Berbelanja*)
Model soal tersebut juga dapat dibuat dengan variasi lain, misalnya pilihan jawaban langsung diberikan di bawah bagian teks yang salah. Bentuk yang salah dapat dua atau empat buah, dan jika hanya dua buah tiap bentuk menampilkan dua pilihan.
Contoh:
Ada pepatah “bahasa menujukkan bangsa”, tetapi masih banyak orang yang tidak mau memerhatikan pentingnya cara berbahasa dengan
A.    Perhatian
B.     Perhatikan
Benar. Mereka seperti tidak mengacuhkan pada aktivitas
C.          Tidak mengacuhkan*)
D.         Tidak mengacuh-acuhkan
berbahasanya yang belum tentu benar.
Model semacam di atas, yaitu mengenali dan kemudian membetulkan struktur dalam sebuah teks, dapat dilakukan tidak dengan bentuk tes objektif.

D.  Tes Menyimak
Tes kompetensi menyimak memerlukan persiapan dan sarana yang khusus. Dengan mempertimbangkan diri pada berbagai pertimbangan, antara lain pertimbangan kepraktisan, tes kompetensi menyimak untuk peserta didik tingkat SLTA ke bawah tidak perlu dilaksanakan dalam tes sumatif, melainkan dalam tes proses atau tes formatif saja. Hal itu akan berbeda masalahnya dengan mahasiswa jurusan bahasa yang secara khusus menempuh mata kuliah komprehensi lisan.
1.    Persiapan Khusus Tes Kompetensi Menyimak
Dalam tes kompetensi menyimak, bahan tes yang diujikan disampaikan secara lisan dan diterima peserta didik melalui sarana pendengaran. Sarana yang dipergunakan bisa mempergunakan media rekaman, siaran langsung (televisi, radio), atau langsung disampaikan (dibacakan) secara lisan oleh guru sewaktu tes berlangsung.


2.    Bahan Tes Kompetensi Menyimak
Pemilihan wacana sebagai bahan untuk tes kemampuan menyimak haruslah juga mempertimbangkan adanya beberapa faktor. Secara umum faktor-faktor yang dimaksud tidaklah berbeda halnya dengan faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan bahan tes struktur dan kosakata. Akan tetapi, untuk tes kompetensi menyimak, pemilihan bahan tes lebih ditekankan pada cakupan pesan, jenis wacana, dan tingkat kesulitan wacana.
Brown dikutip Nurgiyantoro (2010:355) membedakan menyimak ke dalam empat golongan, yaitu: (i) Menyimak intensif, (ii) Menyimak Responsif, (iii) Menyimak Selektif, dan (iv) Menyimak ekstensif.
a.    Tingkat Kesulitan Wacana
Menurut Nurgiyantoro (2010: 356) tingkat kesulitan wacana terutama ditinjau dari faktor kosakata dan struktur yang dipergunakan. Ada suatu cara untuk memperkirakan tingkat kesulitan suatu wacana bagi kelas atau populasi yang bersangkutan, yaitu berupa teknik cloze (cloze test).
b.   Isi dan Cakupan Wacana
Wacana yang akan diteskan hendaknya yang berisi hal-hal yang bersifat netral sehingga memungkinkan adanya kesamaan pandangan terhadap isi masalah itu. misalnya, hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan hidup, alam, olahraga, dan lain-lain. Sebaiknya menghindari wacana yang berisi suatu pandangan atau keyakinan golongan tertentu, bersifat kontroversial untuk sekolah umum (Nurgiyantoro, 2010: 357).
c.       Jenis Wacana
Wacana yang akan diambil untuk tes kemampuan menyimak dapat yang berbentuk dialog atau bukan dialog. Akan tetapi, untuk mempertimbangkan kepraktisan, kita perlu membatasi panjang wacana yang akan diteskan. Menurut Nurgiyantoro (2010: 357—359) bentuk wacana yang sering dipergunakan dalam tes kemampuan menyimak adalah sebagai berikut:
1)   Pertanyaan atau Pernyataan Singkat
Peserta tes diberi sebuah rangsang berupa sebuah pertanyaan atau pernyataan singkat, biasanya sebuah kalimat. Rangsang diberikan secara lisan atau hanya diperdengarkan, sedang alternatif jawabannya disediakan secara tertulis dalam lembar tersendiri (booklet).
Contoh:
Rangsang yang diperdengarkan                
Mengapa Anda datang terlambat hari ini?
Jawaban dalam lembar tugas
a.    Tadi pagi
b.    Tidak ada masalah
c.    Ibuku datang*)
d.   Beberapa jam lagi
2)   Dialog
Rangsang yang diperdengarkan kepada peserta didik berupa sebuah dialog, misalnya antara orang pertama (laki-laki) dengan orang kedua (perempuan), dan suara orang ketiga (perempuan) yang mengajukan pertanyaan pemahaman tentang dialog antara kedua orang yang telah diperdengarkan sebelumnya. Alternatif jawaban yang disediakan secara tertulis pada lembar tugas yang tersedia.
Contoh:
Rangsang yang diperdengarkan
-       Suara pertama (laki-laki)
Tin, saya dengar ibumu sakit. Maaf ya, saya tidak dapat menengok. Tapi, bagaimana keadaanya sekarang?
-       Suara kedua (perempuan)
Sudah baik! Kemarin waktu pulang sekolah, saya cemas, jangan-jangan ibu mengigau lagi. Eee, tak tahunya ibu sudah berhadapan dengan jahitannya lagi.
-       Suara ketiga (perempuan)
Apakah pekerjaan ibu sehari-hari?
Jawaban dalam lembar tugas
a.    Berdagang
b.    Memasak
c.    Menjahit*)
d.   Mengigau
3)      Ceramah
Rangsang yang diperdengarkan berupa ceramah selama lima sampai delapan menit. Selama mendengarkan ceramah peserta didik diperbolehkan membuat catatan-catatan yang dianggap paling penting. Setelah selesai mendengarkan ceramah, peserta didik diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang disajikan secara tertulis dalam lembar tugas yang sengaja disediakan. Jumlah pertanyaan haruslah sejalan dengan panjang pendek wacana.
3.    Pembuatan Tes Kompetensi Menyimak
Kecenderungan pembelajaran bahasa dewasa ini adalah penekanan pada kompetensi berbahasa, berunjuk kepada kerja bahasa, dengan bentuk tes demonstrasi kemampuan berbahasa sebagaimana yang disarankan tes otentik. Namun demikian, hal itu tidak berarti kita meninggalkan sama sekali tes tradisional karena memang masih penting dan diperlukan. Maka, tes kompetensi menyimak yang dikemukakan di bawah ini mencakup bentuk tes menyimak keduanya, bentuk tradisional dan model otentik (Nurgiyantoro, 2010: 360—366).
a.    Tes Kompetensi Menyimak dengan Memilih Jawaban
Tes kegiatan menyimak di sini mengukur kemampuan menyimak peserta didik dengan cara memilih jawaban yang telah disediakan. Kegiatan yang tampak dan yang lazim adalah memilih opsi jawaban tes objektif pilihan ganda terhadap pertanyaan yang diberikan.
Dalam tes jenis ini peserta uji hanya dituntut menyimak dengn baik wacana yang diperdengarkan dan kemudian memilih atau merespon soal-soal yang diajukan berkaitan dengan pesan yang tergantung dalam wacana.
Berikut dicontohkan soal-soal yang dimaksud baik yang berupa wacana narasi, dialog, atau yang lain:
1)   Tes Pemahaman Wacana Narasi
Wacana yang dimaksud dapat berupa ceramah (singkat dan agak panjang), cerita, berita, dan lain-lain yang sejenis.
Contoh:
Wacana yang diperdengarkan:
Pemunculan Sutarji dalam panggung sastra Indonesia modern pada awal tahun 70-an mempunyai persamaan dengan pemunculan Khairil pada awal tahun 40-an. Keduanya bersifat mereaksi dan menggoyahkan kemapanan situasi kesastraan sebelumnya. Jika Khairil muncul dengan pendayagunaan makna kata sampai ke putih tulang belulang, Sutarji muncul dengan pembangkangan makna yang telah mapan ... (dan seterusnya)
Soal-soal yang terdapat dalam lembar tugas, salah atunya yaitu:
Penyair Indonesia yang muncul pada awal tahun 70-an ialah...
a.    Khairil
b.    Sutarji*)
c.    Supardi
d.   Suryadi
2) Tes Pemahaman Wacana Dialog
Wacana yang dijadikan bahan tes kompetensi menyimak adalah bentuk dialog, khusunya dialog dalam konteks formal atau setengah formal, dialog singkat atau agak panjang.
Contoh:
Rangsang yang diperdengarkan
Anda belum menyerahkan tugas yang terakhir itu?


Jawaban dalam lembar tugas
a.    Temannya datang terlambat
b.    Tempatnya menyenangkan
c.    Belajarlah yang tekun
d.   Kau mereaksi kesastraan Indonesia*)
Tingkat kesulitan tes untuk butir-butir soal seperti di atas sangat ditentukan oleh alternatif jawaban yang disediakan.
b.   Tes Kompetensi Menyimak dengan Mengontruksi Jawaban
Untuk dapat mengerjakan tugas ini peserta uji dituntut untuk memahami wacana lisan berdasarkan pemahamannya, kemudian mereka mengerjakan tugas yang dimaksud. Pemahaman terhadap isi pesan wacana adalah prasyarat untuk dapat mengontruksi jawaban tugas. Tugas dalam bentuk ini sebenarnya merupakan tugas otentik.
Tugas otentik menuntut peserti didik untuk menunjukkan kinerjanya secara aktif produktif, maka tes kompetensi menyimak bersifat reseptif diubah menjadi tugas reseptif dan produktif sekaligus. Untuk kerja berbahasa menanggapi dan mengontruksi jawaban dapat dilakukan secara lisan atau tertulis.
Jenis tugas otentik yang dapat dilakukan dalam tes kompetensi menyimak yang terbanyak adalah “pertanyaan terbuka” dan “menceritakan kembali isi pesan teks”. Jenis pertanyaan terbuka diberikan kepada peserta didik terkait dengan pesan yang terkandung. Berikut dicontohkan tugas “menceritakan kembali isi pesan teks” dan pembuatan rubrik penilaian.
Tugas:
Dengarkan baik-baik rekaman pembahasan berita yang akan diperdengarkan berikut. Anda boleh mencatat hal-hal yang penting. Setelah itu, Anda diminta untuk menceritakan kembali secara lisan (atau: secara tertulis) isi wacana tersebut.


Wacana yang diperdengarkan
(Diputar rekaman pembacaan berita yang berdurasi antara 5-8 menit)
Catatan: Rekaman pembacaan berita dapat dibuat sendiri baik penulisan naskah maupun pembacaan dan perekamannya, namun kita juga dapat merekam dari siaran radio atau televisi.
Contoh pembuatan rubrik penilaian:

Tabel 10.1.
Penilaian Kinerja Pemahaman Menyimak Secara Lisan
No
Aspek yang Dinilai
Tingkat Kefasihan
1
2
3
4
5
1
Pemahaman isi teks





2.
Pemahaman detil isi teks





3.
Kelancaran pengungkapan





4.
Ketepatan diksi





5.
Ketepatan struktur kalimat





6.
Kebermaknaan penuturan





Jumlah skor:

















III.    PENUTUP
a.       Tes bunyi bahasa dapat berupa: mengenal bunyi bahasa, membedakan bunyi bahasa, melafalkan bunyi bahasa, melafalkan kata-kata, melafalkan pasangan kata, melafalkan rangkaian kalimat, dan membaca teks.
b.      Tes kosakata adalah tes yang dimaksudkan mengukur kompetensi peserta didik terhadap kosakata dalam bahasa tertentu baik yang bersifat reseptif maupun produktif.
c.       Penyusunan tes struktur mencakup dua masalah pokok, yaitu: pemilihan bahan yang akan diteskan dan pemilihan bentuk dan cara pengetesan.
d.      Dalam tes kompetensi menyimak, bahan tes yang diujikan disampaikan secara lisan dan diterima peserta didik melalui sarana pendengaran. Sarana yang dipergunakan bisa mempergunakan media rekaman, siaran langsung (televisi, radio), atau langsung disampaikan (dibacakan) secara lisan oleh guru sewaktu tes berlangsung.
 
DAFTAR PUSTAKA

Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis Kompetensi. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.

Tersedia: http://id.wikibooks.org/wiki/Bahasa_Indonesia/Bunyi. Diakses tanggal 30 Maret 2014.

Tersedia: http://arerariena.wordpress.com/2011/02/02/tes-bahasa/. Diakses tanggal 28 Maret 2014

No comments:

Post a Comment