BENTUK-BENTUK
TES BAHASA
(Tes
Bunyi Bahasa, Tes Kosakata, Tes Tata Bahasa dan Tes Menyimak)
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Tes
kompetensi kebahasaan adalah tes yang dimaksudkan untuk mengungkapkan
pengetahuan kebahasaan peserta didik. Kompetensi kebahasaan seperti dikemukakan
di atas, adalah pengetahuan tentang sistem bahasa, struktur, kosakata, dan
seluruh aspek kebahasaan yang ada.
Dalam
pembelajaran bahasa, khususnya bahasa kedua dan bahasa asing, kompetensi
kebahasaan perlu diajarkan dan diteskan secara khusus karena kompetensi itu
dapat dipandang sebagai prasyarat untuk menguasai kompetensi komunikatif, jadi
bersifat prakomunikatif, atau tindak berbahasa baik yang bersifat reseptif
maupun produktif.
Ditinjau
dari segi fungsi komunikatif bahasa, tes kompetensi kebahasaan tidak secara
langsung mengukur kemampuan berbahasa peserta didik.
Kompetensi
berbahasa yang bersifat aktif reseptif pada hakikatnya merupakan kemampuan
menerima, proses decoding, kemampuan
untuk memahami bahasa yang didituturkan oleh pihak lain baik yang dituturkan
melalui sarana bunui atau tulisan.
Kompetensi
kebahasaan yang sangat dibutuhkan dalam kinerja berbahasa adalah struktur tata
bahasa (grammatical structure) dan
kosakata. Pemahaman bahasa lewat sarana bunyi merupakan kegiatan menyimak.
B.
Rumusan
Masalah
Rumusan dalam makalah
ini adalah:
Apakah yang dimaksud
dengan tes bunyi bahasa, tes kosakata, tes tatabahasa, dan tes menyimak?
C.
Tujuan
Tujuan dalam makalah
ini adalah untuk mengetahui bentuk-bentuk tes bahasa berupa tes bunyi bahasa,
tes kosakata, tes tatabahasa dan tes menyimak.
II.
PEMBAHASAN
A. Tes Bunyi Bahasa
1.
Pengertian
Bunyi Bahasa
Bunyi bahasa merupakan bunyi, yang
merupakan perwujudan dari setiap bahasa, yang dihasilkan oleh alat ucap manusia
yang berperan di dalam bahasa. Bunyi bahasa adalah bunyi yang menjadi perhatian
para ahli bahasa. Bunyi bahasa ini merupakan sarana komunikasi melalui bahasa
dengan cara lisan. Dalam pembentukan bunyi bahasa ada tiga faktor utama yang
terlibat, yaitu (1) sumber tenaga, (2) alat ucap penghasil getaran, dan (3)
rongga pengubah getaran. (http://id.wikibooks.org/wiki/Bahasa_Indonesia/Bunyi.)
2.
Contoh
Tes Bunyi Bahasa
Tes bunyi bahasa dapat
berupa: mengenal bunyi bahasa, membedakan bunyi bahasa, melafalkan bunyi
bahasa, melafalkan kata-kata, melafalkan pasangan kata, melafalkan rangkaian
kalimat, dan membaca teks.
Tabel Contoh Tes Bunyi Bahasa
Sasaran Tes
|
Tugas
|
Butir Tes
|
Kunci Jawaban
|
Bunyi Bahasa
|
Tuliskan konsonan cara pengucapannya dengan alat
ucap saling bersentuhan yang terdapat pada pelafalan kata-kata berikut
|
baik pin
minum
|
/b//p/
/m/
|
Kosakata
|
Tulislah lawan kata dari kata-kata berikut
|
riuh menulis
hidup
|
sunyi membaca
mati
|
Tata Bahasa
|
Tulislah kata baku dari kata-kata berikut
|
nopember apotik
ijin
|
november apotek
izin
|
B. Tes Kosakata
Penguasaan
kosakata dapat dibedakan ke dalam penguasaan yang bersifat reseptif dan produktif,
yaitu kemampuan untuk memahami dan memergunakan kosa kata. Kemampuan memahami
kosakata (juga: struktur) terlihat dalam kegiatan membaca dan menyimak, sedang
kemampuan memergunakan kosakata tampak dalam kegiatan menulis dan berbicara.
Menurut
Nurgiyantoro (2010:338) Tes kosakata adalah tes yang dimaksudkan mengukur
kompetensi peserta didik terhadap kosakata dalam bahasa tertentu baik yang
bersifat reseptif maupun produktif.
1.
Bahan
Tes Kosakata
Faktor-faktor yang
perlu dipertimbangkan dalam pemilihan bahan tes kosakata berikut akan
dikemukakan. Faktor-faktor yang dimaksud hendaknya dipandang sebagai satu
kesatuan:
a.
Tingkat
dan Jenis Sekolah
Faktor
pertama yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan bahan tes kosakata adalah
subjek didik yang akan dites, apakah mereka termasuk tingkat sekolah dasar,
menengah pertama atau menengah atas, sekolah menengah umum ataukah kejuruan.
Perbedaan tingkat dan jenis sekolah akan menuntut adanya perbedaan pemilihan
kosakata yang diteskan.
Pembedaan kosakata yang diteskan pada
umumnya didasarkan pada buku pelajaran yang dipergunakan untuk masing-masing
tingkat dan kelas yang bersangkutan.
b.
Tingkat
Kesulitan Kosakata
Pemilihan kosakata yang diteskan
hendaknya juga mempertimbangkan tingkat kesulitannya, tidak terlalu mudah atau
tidak terlalu sulit, atau butir-butir tes kosakata yang tingkat kesulitannya
layak.
c.
Kosakata
Pasif dan Aktif
Kosakata pasif adalah kosakata untuk
penguasaan reseptif, kosakata yang hanya untuk dipahami dan tidak untuk
dipergunakan. Kosakata aktif adalah kosakata untuk penguasaan produktif,
kosakata yang dipergunakan untuk menghasilkan bahasa dalam kegiatan
berkomunikasi (Nurgiyantoro, 2010: 340).
Antara kosakata pasif dan aktif ada
perbedaan yang bersifat kuantitatif karena ada kata-kata yang hanya perlu
dikenal dan dipahami saja dan tidak perlu dipergunakan.
d.
Kosakata
Umum, Khusus, dan Ungkapan
Kosakata umum adalah kosakata yang ada
dalam suatu bahasa yang bukan merupakan istilah-istilah teknis atau kosakata
khusus yang dijumpai dalam berbagai bidang keilmuan (Nurgiyantoro, 2010:341).
Pengambilan kosakata khusus akan merugikan peserta didik yang tidak memiliki
latar belakang kemampuan bidang khusus yang bersangkutan. Tes kosakata
hendaknya juga mempertimbangkan adanya kata yang bermakna denotatif dan
konotatif, atau ungkapan-ungkapan.
2.
Pembuatan
Tes Kosakata
Menurut Nurgiyantoro (2010: 342) tes
kosakata dapat dibedakan ke dalam penguasaan reseptif dan produktif.
Mengingat bahwa tujuan akhir
pembelajaran bahasa adalah kompetensi berbahasa bahasa target peserta didik,
tes kosakata tampaknya harus ditekankan pada fungsi komunikatif bahasa baik
yang bersifat reseptif ataupun produktif.
a.
Tes
Pemahaman Kosakata dalam Konteks
Kosakata
dari wacana yang diujikan dapat berwujud sebuah kata, istilah, kelompok kata,
atau ungkapan. Di bawah ini dicontohkan hal-hal yang dimaksud:
Contoh:
Program
“perang angkasa” yang dilontarkan oleh presiden Amerika Serikat dan menjadi
sesuatu kontroversial pada waktu itu,
kini sudah tidak lagi terdengar gaungnya.
Kata
yang dicetak miring pada teks di atas bermakna...
a. Bertentangan
b. Tidak
bersesuaian
c. Masih
menjadi bahan perhatian*)
d. Masih
menjadi bahan perdebatan
Catatan:
contoh tes kosakata dalam bahasa Indonesia dan Inggris berikut dikutip Halim
(1974:73) dan Harris (1979:51-52) dalam Nurgiyantoro (2010: 344) yang
benar-benar diskret dan terisolasi seperti terlihat di bawah ini sebaiknya tidak
diikuti.
Contoh:
Mengigau
a. Berkata-kata
pada diri sendiri
b. Berkata-kata
pada waktu tidur-tiduran
c. Berkata-kata
pada waktu tak sadarkan diri*)
d. Berkata-kata
pada waktu menangis
Tes
kosakata yang bersifat reseptif dengan tanpa mengaitkannya dalam suatu konteks
seperti di atas dianggap mempunyai kelemahan, atau paling tidak kurang tepat.
Sebab, kata dapat mempunyai berbagai dimensi makna, baik yang bersifat
denotatif maupun (terlebih) konotatif.
b.
Tes
Penempatan Kosakata dalam Konteks
Tes
penempatan kosakata dalam teks atau konteks tertentu, walau tidak terlalu
tinggi levelnya, dapat dikategorikan sebagai tes produktif, yaitu mempergunakan
kosakata dalam atau untuk tujuan komunikasi.
Untuk
dapat memilih dan mempergunakan kata dalam suatu wacana atau untuk menghasilkan
wacana secara tepat, peserta didik dituntut untuk telah memahami makna kata
yang bersangkutan (Nurgiyantoro, 2010: 345).
Contoh:
Pada
era globalisasi yang ditandai oleh adanya persaingan global yang semakin
intensif dewasa ini ... dan kualitas kerja harus ditingkatkan dan diutamakan.
a. Produk
b. Produktif
c. Produksi
d. Produktivitas*)
c.
Identifikasi
dan Pembetulan Kesalahan Kosakata dalam Teks
Untuk
dapat mengerjakan tes kosakata bentuk ini, peserta didik dituntut untuk
melakukan analisis wacana tempat kata tersebut digunakan. Bahan yang diteskan
dapat berupa penggunaan kata secara cermat dalam suatu wacana. Di bawah ini
dicontohkan soal-soal yang dimaksud:
Idebtifikasikan
kata-kata tertentu yang penggunaannya dalam konteks berikut tidak tepat.
“Dari
seorang ilmuwan seperti Umar Junus telah banyak tulisan yang ditimbulkan
berdasarkan penyelidikan-penyelidikan kesastraannya. Pendapatan yang
diperolehnya mencerminkan ketekunan dan kesangatan kerja, sebagaimana halnya
seorang abdi negara yang sedang menekuni masalah penelitian tentang kejahatan.
Masalah
itu menyebabkan munculnya pertengkaran paham antara keduanya. Masing-masing
pihak saling bertendensi menyalahkan pihak lain dan membetulkan pihak sendiri,
saling menumbangkan proporsi pihak lain walau kadang-kadang memakai alasan yang
tidak masuk akal.”
Untuk
butir tes yang pertama, kata-kata yang tidak tepat atau kurang cermat
pemakaiannya sesuai dengan hubungan konteks berturut-turut adalah ditimbulkan, penyelidikan, pendapatan,
kesangatan, abdi negara, dan penelitian. Untuk lebih cermatnya
penuturan, kata-kata tersebut secara berturut-turut seharusnya adalah dihasilkan, penelitian, penemuan (hasil),
kesungguhan, alat negara, dan
penyelidikan.
C. Tes Struktur Tata Bahasa
Struktur tata bahasa sering diucapkan
dengan istilah struktur, tata bahasa, struktur gramatikal, atau kaidah bahasa.
Dalam penulisan ini dipergunakan istilah struktur atau struktur tata bahasa
dengan menunjuk pengertian yang sama dengan gramatikal, yaitu sebagai
“subsistem dalam organisasi bahasa di mana satuan-satuan bermakna bergabung
untuk membentuk satuan-satuan yang lebih besar” (Kridalaksana dikutip
Nurgiyantoro, 2010:327).
Menurut
Nurgiyantoro (2010: 327—337) penyusunan tes struktur, seperti halnya menyusun
tes-tes yang lain, mencakup dua masalah pokok, yaitu:
1.
Bahan
Tes Struktur
Pemilihan bahan harus mewakili bahan
yang telah diajarkan atau mencerminkan tujuan tes pengetahuan tentang struktur
yang dilakukan. Pemilihan bahan tes pada hakikatnya adalah pemilihan sampel.
Sampel yang baik adalah sampel yang dapat mewakili kondisi yang ada.
Pemilihan bahan struktur yang akan
diujikan di sekolah hendaklah dilakukan dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai
berikut:
a.
Tingkat
dan Jenis Sekolah
Yang dimaksud tingkat sekolah adalah
apakah peserta didik yang diuji termasuk tingkat sekolah dasar, menengah
pertama, atau menengah atas, sedangkan jenis sekolah menunjuk pada sekolah umum
atau kejuruan.
Semakin tinggi tingkat sekolah menuntut
kemampuan kognitif yang semakin tinggi pula. Adanya perbedaan kemampuan
kognitif peserta didik tersebut, sebagai konsekuensinya, menuntut adanya
pembedaan kompleksitas struktur yang diajarkan dan diujikan.
b.
Kurikulum
dan Buku Teks
Struktur yang diujikan haruslah struktur
yang telah diajarkan agar alat tes yang bersangkutan memenuhi kriteria
validitas isi. Bahan pembelajaran itu sendiri biasanya dikembangkan berdasarkan
bahan yang terdapat dalam kurikulum sekolah dan buku-buku pelajaran yang dipergunakan.
Pada kurikulum dan buku pelajaran dimuat dan diuraikan bahan struktur tata
bahasa yang telah disesuaikan dengan tingkat sekolah.
Kurikulum bahkan menentukan bahan untuk
tiap semester, dan akan lebih baik jika kemudian dibuat deskripsi bahan secara
sistematis untuk tiap semester yang berupa program semester guna memudahkan
pembelajaran dan penyusunan alat tesnya.
c.
Tujuan
Tes
Peyusunan tes bertujuan untuk mengukur
kecakapan umum (general proficiency
test), pemilihan bahan struktur akan lebih sulit dilakukan, dan dalam
banyak hal pemilihan itu akan bersifat subjektif. Tes kecakapan umum
dimaksudkan untuk mengukur kemampuan peserta tes dalam bahasa tertentu, atau
para calon yang akan mengikuti program tertentu.
Pemilihan bahan untuk tes ini kiranya
dapat dengan mendasarkan diri pada buku-buku pelajaran yang dipergunakan di
sekolah sesuai dengan tingkat tes yang diujikan (Harris, 1979:39). Dengan
demikian, penyusunan tes kecakapan umum tersebut memiliki semacam pedoman yang
dijadikan pegangan.
d.
Status
Bahasa yang Diajarkan
Status bahasa yang dimaksud adalah
apakah itu bahasa ibu, bahasa kedua atau bahasa asing. Tes struktur untuk
ketiga status bahasa tersebut tidak sama, terutama disebabkan oleh adanya
perbedaan tingkat kompetensi kebahasaan yang telah dimiliki peserta didik.
2.
Pembuatan
Teks Struktur
Ketepatan penggunaan sistem bahasa dalam
kinerja berbahasa pada konteks resmi sebenarnya merupakan “keharusan” karena
kalau tidak demikian, bahasa yang dihasilkan menjadi tidak terpelihara dan asal
bahasa saja.
Teks struktur yang bersifat diskret,
berdiri sendiri, dan terisolasi dari konteks sebaiknya sangat dibatasi. Sebagai
gantinya soal sebaiknya berada dalam konteks atau diusahakan memiliki konteks
sehingga soal tidak terlalu bersifat diskret dan paling tidak bersifat
integratif. Selain itu, soal juga menjadi lebih bermakna. Di bawah dicontohkan
sejumlah tes struktur yang dimaksud:
a.
Tes
Struktur dalam Teks versus Tanpa Teks
Soal
tes struktur baik bentuk morfologi maupun struktur kalimat sebaiknya berada
konteks kalimat dan tidak berdiri sendiri bersifat diskret. Bentuk soal yang
dimaksud adalah bentuk pilihan ganda, jadi masih bersifat tradisional, untuk
tes morfologi dan struktur kalimat misalnya sebagai berikut:
1)
Tes
Morfologi lewat Teks
Soal
tes misalnya menanyakan ketepatan bentuk kata dalam penggunaannya dalam konteks
kalimat atau wacana tertentu.
Contoh:
Acara
reuni yang diselenggarakan di sekolah itu mampu ... peserta didik tamatan
terdahulu yang telah sukses dengan peserta didik tamatan yang lebih kemudian.
A. Menemukan
B. Ditemukan
C. Memertemukan*)
D. Dipertemukan
2)
Tes
Struktur Kalimat lewat Teks
Soal
tes dapat menanyakan atau mengidentifikasi pola struktur kalimat, kalimat yang berpola
sama, kalimat salah, membenarkan kalimat salah, dan lain-lain.
Contoh:
Tukang
loper koran itu pasti datang sebelum pukul 7.00 setiap hari. Hal itu telah
menjadi kebiasaan dalam pekerjaannya sehingga tidak terasa berat. Apapun
namanya, pekerjaan harus ditekuni dan dicintai.
Kalimat
pertama wacana di atas berpola...
A. S-P-O
B. S-P-K*)
C. S-P-O-K
D. S-P-K-K
Sebenarnya,
untuk tes seperti di atas juga dapat dilakukan tanpa konteks (kalimat lain)
yang menyertainya dengan pertimbangan konteks wacana justru menyita waktu yang
terbatas. Hanya saja, tes yang demikian terasa betul bahwa itu sebagai ujian
dengan soal yang benar-benar diskret. Jadi, soal tes cukup ditulis:
Tukang
loper koran itu pasti datang sebelum pukul 7.00 setiap hari.
Kalimat
tersebut berpola:
A. S-P-O
B. S-P-K*)
C. S-P-O-K
D. S-P-K-K
Contoh
lain soal struktur yang “keluar” dari teks, tetapi dapat ditoleransi, misalnya
berupa penggabungan dua kalimat tunggal menjadi sebuah kalimat gabung dengan
mempersoalkan logika pemakaian kata sambung.
Contoh:
Hatinya
tertarik pada seni. Seni memperhalus budi.
Kemungkinan
penggabungan dua kalimat tersebut yang dapat diterima adalah...
a. Hatinya
tertarik pada seni maka memperluas budi.
b. Hatinya
tertarik pada seni sehingga memperluas budi.
c. Hatinya
tertarik pada seni agar memperluas budi.
d. Hatinya
tertarik pada seni karena memperhalus budi.*)
b.
Identifikasi
dan Pembetulan Kesalahan Struktur pada Teks
Soal jenis ini berangkat dari tuntutan
pekerjaan yang berupa mengoreksi tulisan yang sering mengalami berbagai
kesalahan struktur dan juga yang lain seperti kosakata dan ejaan sebagaimana
yang dilakukan guru terhadap karangan anak atau editor majalah. Peserta didik
dibelajarkan untuk mengenali, mengidentifikasi, dan kemudian membetulkan
kesalahan-kesalahan yang ada dalam teks itu sehingga diharapkan tertanam sikap
dan kemampuan analitis-kritis ketika membaca sebuah tulisan.
Jika memilih tes struktur bentuk ini,
teks yang dibuat harus singkat, struktur yang salah (bentuk kata, kelompok
kata, atau struktur kalimat) harus jelas dan diberi tanda, perintah pengerjaan
harus jelas, dan hanya ada satu jawaban benar.
Jika hanya meminta peserta ujian untuk
mengenali kesalahan struktur, perintah pengerjaan soal misalnya berbunyi:
“Tunjukkanlah
bentuk yang salah pada teks yang dicetak tebal dan diberi garis bawah dengan
memberikan tanda silang pada huruf A, B, C, atau D pada lembar jawab”.
Setiap
orang harus bertanggung jawab
perbuatannya. Itulah yang
A*)
dapat
disebut sebagai orang yang bertanggung jawab. Namun,
pada
B
kenyataannya tidak
sedikit orang yang lari dari tanggung jawab.
C D
Di
pihak lain, jika meminta peserta ujian untuk mengenali kesalahan dan sekaligus
menunjukkan bentuk yang benar, perintah pengerjaan soal dapat berbunyi:
“Tunjukkanlah
bentuk yang salah dan bagaimana yang seharusnya pada teks yang dicetak tebal
dan diberi garis bawah dengan memberikan tanda silang pada huruf A, B, C, atau
D pada lembar jawab”.
Contoh:
Tampaknya
dewasa ini ada kecenderungan
orang lebih suka
A
berbelanja
di supermarket daripada di
pasar tradisional. Hal itu
B
mungkin
disebabkan ada faktor gengsi
yang lebih tinggi jika belanja
C D
di
supermarket.
A. Cenderung
B. Dari
C. Faktor
bergengsi
D. Berbelanja*)
Model
soal tersebut juga dapat dibuat dengan variasi lain, misalnya pilihan jawaban
langsung diberikan di bawah bagian teks yang salah. Bentuk yang salah dapat dua
atau empat buah, dan jika hanya dua buah tiap bentuk menampilkan dua pilihan.
Contoh:
Ada
pepatah “bahasa menujukkan bangsa”, tetapi masih banyak orang yang tidak mau memerhatikan pentingnya cara
berbahasa dengan
A. Perhatian
B. Perhatikan
Benar.
Mereka seperti tidak mengacuhkan pada
aktivitas
C. Tidak mengacuhkan*)
D. Tidak mengacuh-acuhkan
berbahasanya
yang belum tentu benar.
Model
semacam di atas, yaitu mengenali dan kemudian membetulkan struktur dalam sebuah
teks, dapat dilakukan tidak dengan bentuk tes objektif.
D. Tes Menyimak
Tes kompetensi menyimak memerlukan
persiapan dan sarana yang khusus. Dengan mempertimbangkan diri pada berbagai
pertimbangan, antara lain pertimbangan kepraktisan, tes kompetensi menyimak
untuk peserta didik tingkat SLTA ke bawah tidak perlu dilaksanakan dalam tes
sumatif, melainkan dalam tes proses atau tes formatif saja. Hal itu akan
berbeda masalahnya dengan mahasiswa jurusan bahasa yang secara khusus menempuh
mata kuliah komprehensi lisan.
1.
Persiapan
Khusus Tes Kompetensi Menyimak
Dalam tes kompetensi menyimak, bahan tes
yang diujikan disampaikan secara lisan dan diterima peserta didik melalui
sarana pendengaran. Sarana yang dipergunakan bisa mempergunakan media rekaman,
siaran langsung (televisi, radio), atau langsung disampaikan (dibacakan) secara
lisan oleh guru sewaktu tes berlangsung.
2.
Bahan
Tes Kompetensi Menyimak
Pemilihan
wacana sebagai bahan untuk tes kemampuan menyimak haruslah juga
mempertimbangkan adanya beberapa faktor. Secara umum faktor-faktor yang
dimaksud tidaklah berbeda halnya dengan faktor-faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam pemilihan bahan tes struktur dan kosakata. Akan tetapi,
untuk tes kompetensi menyimak, pemilihan bahan tes lebih ditekankan pada
cakupan pesan, jenis wacana, dan tingkat kesulitan wacana.
Brown
dikutip Nurgiyantoro (2010:355) membedakan menyimak ke dalam empat golongan, yaitu:
(i) Menyimak intensif, (ii) Menyimak Responsif, (iii) Menyimak Selektif, dan
(iv) Menyimak ekstensif.
a.
Tingkat
Kesulitan Wacana
Menurut Nurgiyantoro (2010: 356) tingkat
kesulitan wacana terutama ditinjau dari faktor kosakata dan struktur yang
dipergunakan. Ada suatu cara untuk memperkirakan tingkat kesulitan suatu wacana
bagi kelas atau populasi yang bersangkutan, yaitu berupa teknik cloze (cloze test).
b.
Isi
dan Cakupan Wacana
Wacana yang akan diteskan hendaknya yang
berisi hal-hal yang bersifat netral sehingga memungkinkan adanya kesamaan
pandangan terhadap isi masalah itu. misalnya, hal-hal yang berkaitan dengan
lingkungan hidup, alam, olahraga, dan lain-lain. Sebaiknya menghindari wacana
yang berisi suatu pandangan atau keyakinan golongan tertentu, bersifat kontroversial
untuk sekolah umum (Nurgiyantoro, 2010: 357).
c.
Jenis
Wacana
Wacana yang akan diambil untuk tes
kemampuan menyimak dapat yang berbentuk dialog atau bukan dialog. Akan tetapi,
untuk mempertimbangkan kepraktisan, kita perlu membatasi panjang wacana yang
akan diteskan. Menurut Nurgiyantoro (2010: 357—359) bentuk wacana yang sering
dipergunakan dalam tes kemampuan menyimak adalah sebagai berikut:
1)
Pertanyaan
atau Pernyataan Singkat
Peserta
tes diberi sebuah rangsang berupa sebuah pertanyaan atau pernyataan singkat,
biasanya sebuah kalimat. Rangsang diberikan secara lisan atau hanya
diperdengarkan, sedang alternatif jawabannya disediakan secara tertulis dalam
lembar tersendiri (booklet).
Contoh:
Rangsang
yang diperdengarkan
Mengapa Anda datang terlambat hari
ini?
Jawaban
dalam lembar tugas
a. Tadi
pagi
b. Tidak
ada masalah
c. Ibuku
datang*)
d. Beberapa
jam lagi
2)
Dialog
Rangsang
yang diperdengarkan kepada peserta didik berupa sebuah dialog, misalnya antara
orang pertama (laki-laki) dengan orang kedua (perempuan), dan suara orang
ketiga (perempuan) yang mengajukan pertanyaan pemahaman tentang dialog antara
kedua orang yang telah diperdengarkan sebelumnya. Alternatif jawaban yang
disediakan secara tertulis pada lembar tugas yang tersedia.
Contoh:
Rangsang
yang diperdengarkan
- Suara
pertama (laki-laki)
Tin, saya dengar ibumu sakit. Maaf ya,
saya tidak dapat menengok. Tapi, bagaimana keadaanya sekarang?
- Suara
kedua (perempuan)
Sudah baik! Kemarin waktu pulang
sekolah, saya cemas, jangan-jangan ibu mengigau lagi. Eee, tak tahunya ibu
sudah berhadapan dengan jahitannya lagi.
- Suara
ketiga (perempuan)
Apakah pekerjaan ibu sehari-hari?
Jawaban dalam lembar tugas
a. Berdagang
b. Memasak
c. Menjahit*)
d. Mengigau
3)
Ceramah
Rangsang
yang diperdengarkan berupa ceramah selama lima sampai delapan menit. Selama
mendengarkan ceramah peserta didik diperbolehkan membuat catatan-catatan yang
dianggap paling penting. Setelah selesai mendengarkan ceramah, peserta didik
diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang disajikan secara tertulis
dalam lembar tugas yang sengaja disediakan. Jumlah pertanyaan haruslah sejalan
dengan panjang pendek wacana.
3.
Pembuatan
Tes Kompetensi Menyimak
Kecenderungan
pembelajaran bahasa dewasa ini adalah penekanan pada kompetensi berbahasa,
berunjuk kepada kerja bahasa, dengan bentuk tes demonstrasi kemampuan berbahasa
sebagaimana yang disarankan tes otentik. Namun demikian, hal itu tidak berarti
kita meninggalkan sama sekali tes tradisional karena memang masih penting dan
diperlukan. Maka, tes kompetensi menyimak yang dikemukakan di bawah ini
mencakup bentuk tes menyimak keduanya, bentuk tradisional dan model otentik
(Nurgiyantoro, 2010: 360—366).
a.
Tes
Kompetensi Menyimak dengan Memilih Jawaban
Tes kegiatan
menyimak di sini mengukur kemampuan menyimak peserta didik dengan cara memilih
jawaban yang telah disediakan. Kegiatan yang tampak dan yang lazim adalah
memilih opsi jawaban tes objektif pilihan ganda terhadap pertanyaan yang
diberikan.
Dalam tes jenis
ini peserta uji hanya dituntut menyimak dengn baik wacana yang diperdengarkan
dan kemudian memilih atau merespon soal-soal yang diajukan berkaitan dengan
pesan yang tergantung dalam wacana.
Berikut
dicontohkan soal-soal yang dimaksud baik yang berupa wacana narasi, dialog,
atau yang lain:
1)
Tes
Pemahaman Wacana Narasi
Wacana yang dimaksud dapat berupa
ceramah (singkat dan agak panjang), cerita, berita, dan lain-lain yang sejenis.
Contoh:
Wacana yang diperdengarkan:
Pemunculan Sutarji dalam panggung
sastra Indonesia modern pada awal tahun 70-an mempunyai persamaan dengan
pemunculan Khairil pada awal tahun 40-an. Keduanya bersifat mereaksi dan
menggoyahkan kemapanan situasi kesastraan sebelumnya. Jika Khairil muncul
dengan pendayagunaan makna kata sampai ke putih tulang belulang, Sutarji muncul
dengan pembangkangan makna yang telah mapan ... (dan seterusnya)
Soal-soal yang terdapat dalam lembar
tugas, salah atunya yaitu:
Penyair Indonesia yang muncul pada
awal tahun 70-an ialah...
a. Khairil
b. Sutarji*)
c. Supardi
d. Suryadi
2) Tes Pemahaman Wacana Dialog
Wacana
yang dijadikan bahan tes kompetensi menyimak adalah bentuk dialog, khusunya
dialog dalam konteks formal atau setengah formal, dialog singkat atau agak
panjang.
Contoh:
Rangsang
yang diperdengarkan
Anda belum menyerahkan tugas yang
terakhir itu?
Jawaban
dalam lembar tugas
a. Temannya
datang terlambat
b. Tempatnya
menyenangkan
c. Belajarlah
yang tekun
d.
Kau mereaksi kesastraan Indonesia*)
Tingkat kesulitan tes untuk
butir-butir soal seperti di atas sangat ditentukan oleh alternatif jawaban yang
disediakan.
b.
Tes
Kompetensi Menyimak dengan Mengontruksi Jawaban
Untuk
dapat mengerjakan tugas ini peserta uji dituntut untuk memahami wacana lisan
berdasarkan pemahamannya, kemudian mereka mengerjakan tugas yang dimaksud.
Pemahaman terhadap isi pesan wacana adalah prasyarat untuk dapat mengontruksi
jawaban tugas. Tugas dalam bentuk ini sebenarnya merupakan tugas otentik.
Tugas
otentik menuntut peserti didik untuk menunjukkan kinerjanya secara aktif
produktif, maka tes kompetensi menyimak bersifat reseptif diubah menjadi tugas
reseptif dan produktif sekaligus. Untuk kerja berbahasa menanggapi dan
mengontruksi jawaban dapat dilakukan secara lisan atau tertulis.
Jenis
tugas otentik yang dapat dilakukan dalam tes kompetensi menyimak yang terbanyak
adalah “pertanyaan terbuka” dan “menceritakan kembali isi pesan teks”. Jenis
pertanyaan terbuka diberikan kepada peserta didik terkait dengan pesan yang
terkandung. Berikut dicontohkan tugas “menceritakan kembali isi pesan teks” dan
pembuatan rubrik penilaian.
Tugas:
Dengarkan
baik-baik rekaman pembahasan berita yang akan diperdengarkan berikut. Anda
boleh mencatat hal-hal yang penting. Setelah itu, Anda diminta untuk
menceritakan kembali secara lisan (atau:
secara tertulis) isi wacana tersebut.
Wacana
yang diperdengarkan
(Diputar rekaman pembacaan berita
yang berdurasi antara 5-8 menit)
Catatan: Rekaman pembacaan berita
dapat dibuat sendiri baik penulisan naskah maupun pembacaan dan perekamannya,
namun kita juga dapat merekam dari siaran radio atau televisi.
Contoh pembuatan
rubrik penilaian:
Tabel
10.1.
Penilaian
Kinerja Pemahaman Menyimak Secara Lisan
No
|
Aspek
yang Dinilai
|
Tingkat
Kefasihan
|
|||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|||
1
|
Pemahaman
isi teks
|
||||||
2.
|
Pemahaman
detil isi teks
|
||||||
3.
|
Kelancaran
pengungkapan
|
||||||
4.
|
Ketepatan
diksi
|
||||||
5.
|
Ketepatan
struktur kalimat
|
||||||
6.
|
Kebermaknaan
penuturan
|
||||||
Jumlah
skor:
|
|||||||
III.
PENUTUP
a. Tes
bunyi bahasa dapat berupa: mengenal bunyi bahasa, membedakan bunyi bahasa,
melafalkan bunyi bahasa, melafalkan kata-kata, melafalkan pasangan kata,
melafalkan rangkaian kalimat, dan membaca teks.
b. Tes
kosakata adalah tes yang dimaksudkan mengukur kompetensi peserta didik terhadap
kosakata dalam bahasa tertentu baik yang bersifat reseptif maupun produktif.
c. Penyusunan
tes struktur mencakup dua masalah pokok, yaitu: pemilihan bahan yang akan
diteskan dan pemilihan bentuk dan cara pengetesan.
d. Dalam
tes kompetensi menyimak, bahan tes yang diujikan disampaikan secara lisan dan
diterima peserta didik melalui sarana pendengaran. Sarana yang dipergunakan
bisa mempergunakan media rekaman, siaran langsung (televisi, radio), atau
langsung disampaikan (dibacakan) secara lisan oleh guru sewaktu tes
berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA
Nurgiyantoro,
Burhan. 2010. Penilaian Pembelajaran
Bahasa Berbasis Kompetensi. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
No comments:
Post a Comment