Pengertian,
Tujuan, dan Sejarah Linguistik Bandingan Historis serta,
Klasifikasi
Genetis dan Ciri-cirinya
LINGUISTIK BANDINGAN HISTORIS
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Linguistik bandingan historis mempelajari
data-data dari suatu bahasa atau lebih, sekurang-kurangnya dalam dua periode.
Data-data dari dua periode itu diperbandingkan secara cermat untuk memperoleh
kaidah-kaidah perubahan yang terjadi pada bahasa itu.
Linguistik bandingan historis merupakan
sebuah cabang ilmu bahasa yang lebih menekankan teknik dalam pra-sejarah
bahasa. Penelitian pra-sejarah bahasa tentu tidak akan terjadi dengan
sendirinya tanpa mempergunakan data-data kuno yang terdapat dalam naskah-naskah
terdahulu.
Linguistik bandingan historis mempunyai
tujuan, dan untuk mencapai tujuan itu digunakan berbagai cara salah satunya
dengan menggunakan klasifikasi genetis yaitu mengelompokkan bahasa-bahasa untuk
mengetahui termasuk dalam rumpun apakah bahasa yang terdapat pada daerah
tertentu.
Linguistik bandingan historis memiliki
sejarah panjang dalam perkembangannya. Sejarah perkembangan ilmu bahasa dibagi
menjadi empat periode, yaitu: periode I (1830-1860), periode II (1861-1880),
periode III (1880-akhir abad XIX), dan periode IV (awal abad XX). Dari latar
belakang tersebut, maka dalam makalah ini akan dibahas lebih jelas pengertian
linguistik bandingan historis, tujuan linguistik bandingan historis,
klasifikasi genetis, ciri-ciri klasifikasi genetis, serta sejarah linguistik
bandingan historis.
B. Rumusan Masalah
Rumusan
masalah adalah kumpulan beberapa pokok bahasan dalam sebuah makalah, maka
berikut ini adalah beberapa masalah yang akan dibahas:
1. Apakah
pengertian dari linguistik bandingan historis?
2. Apakah
tujuan linguistik bandingan historis?
3. Apakah
yang dimaksud dengan klasifikasi genetis?
4. Apa
sajakah ciri-ciri klasifikasi genetis?
5. Bagaimanakah
sejarah linguistik bandingan historis?
C. Tujuan
Adapun
tujuan makalah ini, yaitu:
1. Mengetahui
pengertian dari linguistik bandingan historis.
2. Mengetahui
tujuan linguistik bandingan historis.
3. Mengetahui
pengertian klasifikasi genetis.
4. Mengetahui
ciri-ciri klasifikasi genetis.
5. Mengetahui
sejarah linguistik bandingan historis.
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian
Menurut Keraf (1991:22) Linguistik
bandingan historis (Linguistik Historis Komparatif) adalah suatu cabang dari
ilmu Bahasa yang mempersoalkan bahasa dalam bidang waktu serta
perubahan-perubahan unsur bahasa yang terjadi dalam bidang waktu tertentu.
Linguistik bandingan historis
mempelajari data-data dari suatu bahasa atau lebih, sekurang-kurangnya dalam
dua periode. Data-data dari suatu bahasa atau dua periode atau lebih itu
diperbandingkan secara cermat untuk memperoleh kaidah-kaidah perubahan yang
terjadi dalam bahasa itu.
Unsur-unsur bahasa itu dapat
diperbandingkan berdasarkan kenyataan dalam periode yang sama, maupun
perubahan-perubahan yang telah terjadi antara beberapa periode.
B. Tujuan Linguistik Bandingan
Historis
Menurut
Keraf (1991:23-24) tujuan dan kepentingan linguistik bandingan historis sebagai
berikut:
1. Memperkenalkan
bahasa-bahasa yang serumpun dengan mengadakan perbandingan mengenai unsur-unsur
yang menunjukkan kekerabatannya. Bidang-bidang yang dipergunakan untuk
mengadakan perbandingan semacam ini adalah: fonologi dan morfologi.
2. Mengadakan
rekontruksi bahasa-bahasa yang ada saat ini kepada bahasa-bahasa purba (bahasa
proto) atau bahasa-bahasa yang menurunkan bahasa-bahasa kontemporer. Atau
dengan kata lain linguistik bandingan historis berusaha menemukan bahasa proto
yang menurunkan bahasa-bahasa modern.
3. Mengadakan
pengelompokkan (sub-grouping)
bahasa-bahasa yang termasuk dalam suatu rumpun bahasa. Bahasa-bahasa yang
termasuk dalam satu rumpun yang sama belum tentu sama tingkat kekerabatannya
atau sama tingkat kemiripannya satu sama lain. Ada beberapa bahasa yang
menunjukkan bahwa keanggotannya lebih dekat satu sama lain, bila dibandingkan
dengan beberapa anggota lainnya.
4. Linguistik
historis komparatif berusaha untuk menemukan pusat-pusat penyebaran
bahasa-bahasa proto (pusat penyebaran = Homeland
= Centre of Gravity = Negeri Asal) dari bahasa-bahasa kerabat, serta
menentukan gerak migrasi yang pernah terjadi.
C. Klasifikasi Genetis
Klasisifikasi
genetis atau klasifikasi genealogis merupakan suatu proses pengelompokkan
bahasa-bahasa sebagai hasil dari linguistik bandingan historis (Keraf, 1991:24).
Klasifikasi ini merupakan hasil yang dicapai dari tujuan linguistik bandingan
historis yang ketiga di atas.
Klasifikasi
ini dikembangkan dari kenyataan-kenyataan yang dijumpai pada bahasa-bahasa
tertentu di dunia. Banyak bahasa di Eropa dan Asia memperlihatkan bentuk-bentuk
yang sama dalam fonologi, morfologi, dan perbendaharaan kata.
Dari
penelitian-penelitian yang dilakukan sejauh ini, para sarjana telah
membagi-bagi bahasa-bahasa di dunia atas rumpun-rumpun bahasa berdasarkan
kriteria fonologis dan kosa kata. Kriteria morfologis dipergunakan sebagai
faktor penguat. Bila dibandingkan dengan klasifikasi genealogis memperoleh
kesepakatan yang merata, kecuali dalam hal-hal kecil.
Menurut
Keraf (1991:25) kelompok atau rumpun bahasa yang disimpulkan dari metode yang
dikembangkan dalam linguistik bandingan historis, adalah:
1.
Rumpun
Indo-Eropa: terdiri dari cabang-cabang German.
Indo-Iran, Armenia, Baltik, Slavia, Roman, Keltik, dan Gaulis.
2.
Rumpun
Semito-Hamit (=Afro-Asiatik): terdiri dari sub-rumpun
Hamit-Koptis, Berber, Kushit; dan Chad; dan sub-rumpun Semit terdiri dari:
Arab, Etiopik, dan Ibrani.
3.
Rumpun
Chari-Nil: bahasa-bahasa bantu (Luganda, Swahili,
Kaffir, Subiya, Zulu, Tebele) dan bahasa Khoisan (Bushman dan Hottentot).
4.
Rumpun
Dravida: bahasa-bahasa Telugu, Tamil, Kanari, Malayalam, dan
Brahui di Baluchistan.
5.
Rumpun
Austronesia: disebut juga Melayu-Polinesia yang
terdiri dari bahasa-bahasa Indonesia, Melanesia, Polinesia.
6.
Rumpun
Austro-Asiatik: Mon-Khmer, Palaung, Munda, Annam.
7.
Rumpun
Fonno-Ugris: Hungar
(Magyar), Lap, Samoyid.
8.
Rumpun
Altai: Turki, Mongol, Manchu-Tungu. Ada hipotesa yang
menyatakan rumpun Finno-Ugris mempunyai pertalian dengan Altai yang disebut Ural-Altai, Ural-Altai, yang memasukkan
juga Jepang dan Korea.
9.
Rumpun
Paleo-Asiatis
(Hiperboreis): bahasa-bahasa di Siberia.
10. Rumpun Sino-Tibet: Cina,
Tai, Tibeto-Burma, Yenisei-Ostyak.
11. Rumpun Kaukasus: Kaukasus
Utara dan Selatan (Georgia).
12. Bahasa-bahasa Indian: Eskimo-Aleut,
Na-Dene, Algonkin-Wakashan, Hokan, Sioux, Penutian, Aztek-Tanoan, Maya.
13. Bahasa-bahasa
lain seperti: bahasa-bahasa Irian, Australian, dan Kadai.
bahasa
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Proto-Austronesia
|
*esa/isa
|
*duSa
|
*telu
|
*Sepat
|
*lima
|
Paiwan
|
Ita
|
Dusa
|
C’lu
|
S’pac
|
Lima
|
Madura
|
Settong
|
Dhua
|
Tello’
|
Empa’
|
Lema’
|
Melayu
|
satu
|
dua
|
tiga
|
empat
|
Lima
|
Contoh kemiripan dalam rumpun
Austronesia:
sumber: (Iqbal Nurul Azhar. http://www.academia.edu/5593918/Jejak_Proto_Bahasa_Austronesia_Pada_Bahasa_Madura)
D. Ciri-ciri Klasifikasi Genetis
Klasifikasi
genetis mengandung ciri-ciri berikut: non-arbitrer,
ekshaustif, dan unik (Keraf, 1991:26-27).
1. Klasifikasi
genetis bersifat non-arbitrer karena
hanya ada satu dasar saja yang dipergunakan untuk mengadakan klasifikasi ini
yaitu berdasarkan garis keturunan. Tidak ada ciri lain yang digunakan. Karena
bahasa bukan makhluk biologis, maka sebenarnya pengertian garis keturunan ini
juga tidak tepat dikenakan pada bahasa.
2. Ekshautif atau
tuntas, maksudnya adalah bahwa dengan
mempergunakan garis keturunan tadi, semua bahasa di dunia dapat dikelompokkan
dalam rumpun-rumpun, sub-rumpun, dan kelompok-kelompok tertentu. Tidak ada
bahasa yang tidak dimasukkan dalam kelompok-kelompok tadi, sehingga akhirnya
tidak ada yang tersisa.
3. Unik, maksudnya
dengan mempergunakan dasar garis keturunan yang menghasilkan rumpun-rumpun
bahasa dan sebagainya, maka tiap bahasa di dunia ini sudah jelas kedudukannya.
Tiap bahasa hanya dapat memiliki keanggotaan tertentu, dengan kata lain tidak
mungkin pada saat yang sama bahasa itu menjadi anggota dari rumpun bahasa yang
berlainan. Bahasa Indonesia misalnya sekali menjadi anggota rumpun bahasa
Austronesia, untuk selamanya hanya masuk dalam rumpun itu; tidak mungkin ia
masuk dalam rumpun Indo-Eropa misalnya. Tidak mungkin merangkap keanggotaan ini
disebut unik.
E. Sejarah Linguistik Bandingan
Historis
Dasar-dasar linguistik bandingan, baik
tipologis maupun genetis, telah mulai diletakkan oleh sarjana-sarjana di Eropa
Barat pada permulaan abad XIXI. Sebenarnya apa yang dikembangkan saat ini
adalah dasar-dasar ilmu perbandingan dalam bidang filologi. Dari dasar-dasar
tersebut kemudian timbul metode-metode baru, yang kemudian disempurnakan lebih
lanjut dalam abad XX, yang mencoba membandingkan bahasa-bahasa secara murni
dari segi linguistik.
Sejarah perkembangan ilmu bahasa dalam
abad XIX dan pada awal abad XX, dapat dibagi dalam beberapa periode sebagai
berikut:
1. Periode
I (1830-1860)
Periode ini dimulai dengan Franz Bopp
(1791-1867) dan diakhiri dengan August Schleicher. Franz Bopp dianggap sebagai
tokoh yang meletakkan dasar-dasar ilmu perbandingan bahasa yang diterbitkan
dalam tahun 1816.
Kemudian dalam tahun 1818 Rasmus
Kristian Rask (1787-1832) memperlihatkan bahwa kata-kata dalam bahasa-bahasa
German mengandung unsur-unsur bunyi yang teratur hubungannya dengan kata-kata
bahasa-bahasa Indo-Eropa lainnya. Penemuannya yang terpenting adalah pertukaran
bunyi (Lauterschiebung) antara bahasa
German di satu pihak dan bahasa-bahasa Latin-Yunani di pihak lain.
Hubungan-hubungan bunyi ini disempurnakan
lagi oleh Jakob Grimm dan kemudian terkenal dengan nama Lautgesetz (Hukum Bunyi) atau terkenal juga dengan nama Grimm’s Law (Hukum Grimm). Apa yang
dicapai dan dirumuskan oleh Jakob Grimm dapat dibaca dalam bukunya Deutsche Grammatik, jilid II, diterbitkan
tahun 1822.
Suatu hasil penelitian penting lain dari
periode ini adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh Friedrich von Schlegel
(1772-1829) dalam bukunya Uber dia
Sprache und Weisheit der Inder (1808). Dia berhasil menunjukkan hubungan
antara bahasa Sansekerta, Yunani, Latin, Persia, dan German, menetapkan
bahasa-bahasa itu sebagai bahasa Fleksi. Ia membagi bahasa-bahasa di dunia atas
dua kelas besar yaitu bahasa fleksi dan bahasa berafiks. Kakaknya August Von
Schlegel menambahkan kelas tipologis yang ketiga yaitu bahasa tanpa struktur
gramatikal.
Penyelidikan etimologis kata-kata tetapi
dengan mempergunakan metode yang lebih baik juga dilakukan oleh F. Pott
(1802-1887) dalam bukunya Etymologische
Forschungen auf dem Gebiete der indogermanischeen Sprachen (Lemgo,
1883-1836).
Wilhelm von Humboldt (1767-1853) ia
mengemukakan suatu klasifikasi atas bahasa-bahasa di dunia yang umum diterima
sebagai penyempurnaan dari klasifikasi von Schlegel, dalam bukunya Uber die Verschiedenheit des menschlichen
und ihren Einfluss auf die geistige Entwicklung des Menschengsschlecht. Untuk
klasifikasinya itu ia mempergunakan
istilah yang lazim dipakai sampai sekarang yaitu: bahasa isolatif (menggantikan
istilah von Schlegel ‘bahasa tanpa struktur gramatikal’), bahasa fleksi, bahasa
aglutinatif (menggantikan istilah von Schlegel ‘bahasa berafiks’, dan bahasa
inkorporatif.
2. Periode
II (1861-1880)
Periode ini dimulai dengan tokoh
terkemuka August Schleicher (1823-1868) dengan bukunya yang terkenal Compendium der vergleichenden Grammatik. Ia
mengemukakan pengertian-pengertian baru seperti Ursprache (proto language) yaitu bahasa tua yang menurunkan
sejumlah bahasa-bahasa kerabat, dalam konsep ini dicetuskan Stammbaumtheirie mengenai adanya
organisme bahasa yang kemudian berkembang lebih jauh yaitu akar kata.
Tokoh yang kedua adalah G. Curtius
(1820-1885). Ia menerapkan metode perbandingan untuk Filologi klasik, khususnya
bahasa Yunani dalam bukunya Grundzuge der
griechischen Etymologie (1856-1862).
Tokoh-tokoh lain adalah Max Muller
(1823-1900), ia memperluas horison pengetahuan ilmu bahasa berkat karyanya Lectures in the Science of Language (1861).
W.D. Whitney menambahkan istilah polisintesis untuk menyebut bahasa
inkorporatif.
3. Periode
III (1880-akhir abad XIX)
Dalam periode sesudah tahun 1880,
muncullah suatu kelompok ahli tata bahasa yang menamakan dirinya Junggrammatiker (Neo-Grammatici). Mereka
tertarik akan hukum-hukum bunyi yang telah dirumuskan oleh Jakob Grimm.
Tokoh-tokohnya K. Brugmann (1848-1919), Osthoff, dan Leskien. Mereka juga
berhasil menarik seorang pemuda untuk belajar di sana, yang kemudian menjadi tokoh
linguis Amerika yang terkenal yaitu Leonard Bloomfiled.
Karya utama yang kemudian diikuti oleh
ahli-ahli lain dari jaman ini adalah Grundriss
der vergleichenden Grammatik der indogermanischen Sprachen (1866-1900) yang
disusun bersama Karel Brugmann dan B. Delbruck, yang terdiri dari lima bagian
pertama dan kedua ditulis oleh Brugmann yang membicarakan fonologi, morfologi,
dan pembentuk kata. Ketiga bagian lain ditulis oleh Delbruck mengenai
sintaksis.
Untuk memecahkan beberapa masalah yang
terdapat dalam Stammbaumtheorie dari
Schleicher, seorang sarjana lain J. Schmidt (1843-1901) mencetuskan sebuah
teori baru yang disebut Wellentheorie
(Teori Gelombang); Wave Theory), bahwa antara dialek-dialek ada
bentuk-bentuk antara yang menyulitkan batas antar dialek. Seorang ahli lain
berkebangsaan Denmark, Karl Verner, dalam tahun 1875 menjelaskan kekecualian
yang terdapat pada hukum bunyi Rask dan Grimm, khususnya mengenai pertukaran
bunyi bahasa-bahasa Indo-Eropa, yang kemudian dikenal dengan nama Hukum Verner. Tokoh lain adalah Hermann Paul (1846-1921) dengan bukunya Prinzipien der Sprachgeschichle (1880);
H. Steinthal (1823-1899) yang mencoba membagi-bagi bahasa-bahasa dengan
landasan psikologi; Fr. Muller (1843-1898) dengan bukunya Grundriss der Sprachwissenschaft.
4. Periode
IV (awal abad XX)
Pada
awal abad ke XX lahirlah bermacam-macam aliran baru dalam ilmu bahasa.
Aliran-aliran yang terpenting adalah:
a. Fonetik
berkembang sebagai suatu studi ilmiah.
b. Sejalan
dengan perkembangan studi atas dialek-dialek dengan mempergunakan metode-metode
fisiologi, fisika, dan psikologi, maka muncul pula cabang baru dalam ilmu
bahasa yaitu psikolingistik dan sosiolinguistik.
c. Aliran
Praha, yang muncul sebagai reaksi
terhadap studi bahasa yang terlalu halus sampai kepada bahasa individual
(idiolek). Aliran ini berorientasi pada gurunya Ferdinand de Saussure
(1857-1913).
Berhasil
tidaknya Linguistik Komparatif tergantung dari kesimpulan-kesimpulan yang
dihasilkan dalam linguistik deskriptif, sebaliknya kesahihan kesimpulan dalam lingusitik
deskriptif tergantung dari kecermatan pencatatan data-data di lapangan.
III.
PENUTUP
a. Linguistik
bandingan historis (Linguistik Historis Komparatif) adalah suatu cabang dari
ilmu Bahasa yang mempersoalkan bahasa dalam bidang waktu serta perubahan-perubahan
unsur bahasa yang terjadi dalam bidang waktu tertentu.
b. Tujuan
linguistik bandingan historis adalah:
1. Memperkenalkan
bahasa-bahasa yang serumpun dengan mengadakan perbandingan mengenai unsur-unsur
yang menunjukkan kekerabatannya.
2. Mengadakan
rekontruksi bahasa-bahasa yang ada saat ini kepada bahasa-bahasa purba (bahasa
proto) atau bahasa-bahasa yang menurunkan bahasa-bahasa kontemporer.
3. Mengadakan
pengelompokkan (sub-grouping)
bahasa-bahasa yang termasuk dalam suatu rumpun bahasa.
4. Linguistik
historis komparatif berusaha untuk menemukan pusat-pusat penyebaran
bahasa-bahasa proto (pusat penyebaran = Homeland
= Centre of Gravity = Negeri Asal) dari bahasa-bahasa kerabat, serta
menentukan gerak migrasi yang pernah terjadi.
c. Klasisifikasi
genetis atau klasifikasi genealogis merupakan suatu proses pengelompokkan
bahasa-bahasa sebagai hasil dari linguistik bandingan historis.
d. Klasifikasi
genetis mengandung ciri-ciri berikut: non-arbitrer,
ekshaustif, dan unik.
e. Sejarah
perkembangan ilmu bahasa dalam abad XIX dan pada awal abad XX, dapat dibagi
dalam 4 periode, yaitu: Periode I (1830-1860), Periode II (1861-1880), Periode
III (1880-akhir abad XIX), dan Periode IV (awal abad XX).
DAFTAR PUSTAKA
Keraf,
Gorys. 1991. Linguistik Bandingan
Historis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Tersedia
(http://www.academia.edu/5593918/Jejak_Proto_Bahasa_Austronesia_Pada_Bahasa_Madura). Diakses
tanggal 27 Maret 2014
No comments:
Post a Comment