Friday 21 February 2014

Laki-laki VS Perempuan


Vega tidak pernah suka dekat-dekat anak perempuan, baginya perempuan itu hanya merepotkan. Sedikit-sedikit menangis, sedikit-sedikit berteriak, sedikit-sedikit marah-marah tidak jelas. Belum lagi kalau ada apa-apa, mereka akan dengan sigap melapor pada guru, membuat anak laki-laki dihukum dan mereka hanya tertawa. Makanya Vega sangat suka menjahili anak perempuan, melihat mereka menangis, dan dengan wajah tanpa dosa meninggalkannya. Bersikap seolah tak tahu apa-apa.
Sudah banyak anak perempuan yang dijahilinya, bahkan sengaja di kerjainya. Tujuannya satu, ingin membuktikan bahwa laki-laki itu lebih kuat dari perempuan, dia paling benci jika ada perempuan yang berani melawannya. Baginya, perempuan itu harus tunduk pada laki-laki, karena laki-laki lebih kuat. Bukan seperti wanita yang lemah. Hanya Hening yang selalu bisa membuat Vega menahan malu karena dikalahkan gadis itu dalam beberapa pertandingan atau tantangan yang mereka adakan. Setiap anak perempuan yang dijahili Vega, selalu dibela oleh Hening. Hening paling tidak suka diremehkan oleh laki-laki, baginya perempuan dan laki-laki itu sama, tak ada beda.


“Vega...!!! harus berapa kali kubilang kalau kamu tidak bisa semena-mena dengan anak perempuan! Kamu sudah SMP, bukan lagi anak SD yang kemana-mana usil mengganggu anak perempuan. Kamu tahu kan jika perempuan mempunyai hak yang sama seperti laki-laki?!! Ini bukan zaman penjajahan dimana perempuan harus tunduk dan patuh pada laki-laki, kamu tidak menghargai usaha Ibu Kartini yang menginginkan perempuan mendapatkan hak yang sama seperti laki-laki?” teriak Hening sepagi ini saat melihat Vega kembali berulah di jam pelajaran olahraga.
“Halah...! persamaan derajat apanya? Itu hanya bualan kalian agar bisa membalas perlakuan laki-laki demi kesenangan kalian sendiri. Perempuan itu sok merasa bisa, merasa seolah-olah bisa melakukan pekerjaan seorang laki-laki, padahal jelas-jelas laki-laki lebih kuat! Mau kukasih contoh? Saat lomba lari, siapa yang juara pertama? Aku kan? Laki-laki! Mengalahkanmu yang begitu bersemangat ingin mengalahkanku.”
“Tapi dalam pertandingan basket tim perempuan yang menang!” ralat Hening cepat.
“Karena kalian curang, kalau saja Mira tidak menangis tersedu-sedu karena terjatuh di bawah ring, itu tidak akan disebut pelanggaran!” ejek Vega menyebalkan.
“Mira terjatuh juga karena kamu, kamu sengaja menabrak tubuhnya yang hendak melempar bola ke ring sehingga dia jatuh berguling di lantai, dan dengan wajah innocent kamu pergi meninggalkannya. Aku heran, dengan cara apa agar kamu mengerti bahwa perempuan tak sepantasnya kau perlakukan begitu, apa bedanya laki-laki dan perempuan selain dari jenis kelamin dan fisik!” bela Hening tidak mau kalah.
“Beda, laki-laki lebih kuat. Semua pekerjaan perempuan bisa laki-laki lakukan. Tapi perempuan, tidak bisa melakukan semua pekerjaan laki-laki!”
“Bisa, perempuan bisa melakukan pekerjaan laki-laki. Aku akan membuktikannya!” jawab Hening tegas lebih dikuasai marah.
“Kamu tak akan bisa, hanya laki-laki yang bisa!” tawa Vega semakin terdengar memuakkan di telinga Hening.
“Katakan! Aku yakin bisa melakukannya, dan jika aku bisa melakukannya, maka kamu harus berhenti memperlakukan perempuan semaumu!”
“Baik!” vega pun menantang Hening, dan tantangan kali ini membuat Hening berhitung dengan akibat yang harus diterimanya, tetapi jika menolak, Vega akan semakin menjadi-jadi. Hening menelan ludah demi mendengar tantangan dari Vega, tetapi tak ada pilihan lain, dia harus menerima tantangan itu.


“Hening, Vega! Kalian ikut Bapak ke kantor!” panggil Pak Daus dengan tatapan tajam, membubarkan keributan di mushola sekolah.

“Hening, apa kamu sudah gila? Tidak ada dalam sejarahnya seorang perempuan memimpin sholat bagi laki-laki. Apalagi laki-laki disini masih sehat akalnya. Kenapa kamu sampai begitu nekat ingin menjadi imam dalam sholat berjamaah siang ini?”
Hening mengkerut ditatap sedemekian rupa oleh beberapa pasang mata. “Katakan Hening, apa yang membuatmu melakukan hal ini? Dosa besar yang akan ditanggung sekolah ini karena membiarkan seorang anak perempuan memimpin sholat, sementara laki-laki masih banyak disekitarnya!” wali kelas Hening berusaha menekan amarahnya.
“Saya... saya hanya ingin membuktikan pada Vega, bahwa wanita mempunyai derajat yang sama dengan laki-laki, pak.” Jawab Hening terbata.
Mendengar jawaban Hening, beberapa guru segera mengucap istigfar dan sebagian lagi geleng-geleng kepala.
“Kamu salah Hening, tidak dengan cara seperti itu wanita menunjukkan kehebatannya. Perempuan memang mempunyai derajat yang sama seperti laki-laki, tapi tidak dengan cara seperti itu. Kamu sudah SMP, harusnya paham akan perbedaan laki-laki dan perempuan.” Nasihat Ibu Dina, guru BK mereka.
“Tapi Vega memperlakukan anak perempuan dengan semena-mena, Bu! Dia selalu mengatakan bahwa wanita itu cengeng, cerewet, merepotkan. Saya melakukan ini karena Vega menantang saya, dan berjanji akan berhenti memperlakukan perempuan dengan semaunya kalau saya berhasil menyelesaikan tantangan ini.”
Lagi-lagi terdengar suara kasak-kusuk diantar guru yang menyaksikan kehebohan siang ini.
Ibu Dina tersenyum, “Hening, Vega. Ikut ibu keruangan BK. Akan ibu jelaskan tentang keistimewaan laki-laki dan perempuan.”
Beberapa guru keberatan, karena menganggap hal ini harus segera dilapor ke kepala sekolah dan mendapat peringatan tegas untuk orang tuanya.
Tetapi Bu Dina meyakinkan mereka, bahwa anak-anak seusia ini harus di bimbing, bukan dihukum.
Karena wakil kepala sekolah menyerahkan kasus ini sepenuhnya pada ibu Dina, tak ada seorang pun yang bisa membantah.

“Duduk Hening, Vega.” Bu Dina mempersilahkan muridnya duduk.
Entah kenapa, kalau berhadapan dengan Bu Dina, Vega tak pernah bisa membantah. Hening bahkan terlambat menyadari hal itu.
“Kalian harus tahu, perempuan dan laki-laki punya kesitimewaan tersendiri. Kamu benar Hening, perempuan bisa mengerjakan semua pekerjaan laki-laki, bisa kamu lihat sekarang, hampir semua pekerjaan ada perempuan yang ikut terjun didalamnya.”
Hening tersenyum senang, Vega mendengus.
“Tapi kamu harus ingat Hening, ada beberapa pekerjaan laki-laki yang tidak bisa diambil alih oleh perempuan kecuali karena keadaan yang memaksa. Seperti menjadi imam dalam sholat, hal itu dibenarkan jika sudah tidak ada seorangpun laki-laki yang bisa memimpin sholat, kalaupun ada dia hanyalah seorang yang gila dan tak punya akal. Maka perempuan berhak menjadi imam dalam sholat. Tetapi selagi masih ada laki-laki yang tidak gila, beragama Islam, bisa dan tahu bacaan sholat. Maka dosa besar yang akan ditanggung lingkungan bahkan negaranya jika membiarkan seorang perempuan menjadi imam. Kamu tidak mungkin tega membuat semua orang menanggung dosanya karena ulahmu kan?” bu Dina bertanya lembut.
Hening menggeleng cepat, bergidik memikirkan dosa yang telah dibuatnya.
“Vega, kamu pun benar. Tak ada pekerjaan perempuan yang tidak bisa dilakukan laki-laki. Memasak? jangan ditanya berapa banyak koki laki-laki di dapur sebuah restoran, menyapu? Banyak laki-laki yang bekerja menjadi Office Boy di perusahaan-perusahan. Semua pekerjaan perempuan bisa dilakukan laki-laki.”
Kali ini Vega tersenyum senang, giliran Hening yang mendengus.
“Laki-laki memang lebih kuat dari perempuan, tak bisa dipungkiri itu. Laki-laki mempunyai tenaga lebih untuk melakukan sesuatu dibanding perempuan. Tetapi bukan berarti tenaga yang ada bisa dipergunakan semaunya untuk menganiaya perempuan, justru dengan tenaga yang dimiliknya, dia harus bisa melindungi seorang perempuan, bukan untuk memukulnya. Perempuan itu lembut, jangan dikerasi. Ibarat bambu, jika kamu ingin membentuknya menjadi bagus, kamu tidak bisa langsung memaksanya menjadi bentuk yang kamu inginkan, harus perlahan, hati-hati, agar bambunya tidak patah. Begitupun dengan perempuan, kamu sebagai laki-laki harus bisa membimbingnya, mengarahkannya untuk mengerti yang benar dan yang salah. Dan ada satu keistimewaan perempuan yang tidak dimiliki laki-laki.” Jelas ibu Dina menggantung kalimatnya.
Hening tersenyum senang, meski belum tahu. Vega mendongakkan kepala bertanya lewat pandangan matanya.
“Laki-laki tidak bisa melahirkan, Vega. Hanya perempuan yang bisa melakukannya, dan itu bukan pekerjaan yang mudah. Butuh 9 bulan sepuluh hari bagi seorang perempuan untuk melahirkan seorang anak manusia. Butuh pengorbanan untuk bisa melahirkan dengan selamat, nyawa yang jadi taruhannya Vega. Itu tugas mulia yang hanya diterima perempuan, kau tahu kenapa? karena perempuan lembut, dia lebih mengandalkan perasaan. Coba kalau laki-laki, mungkin baru tiga bulan mengandung, dia sudah mengeluh karena repot membawa perut buncit kemana-mana, menggendong bayi saja mungkin kamu hanya bertahan 3 jam, selebihnya kamu merasa pegal karena harus terus menggendongnya. Itulah istimewanya perempuan Vega, dan kamu sebagai laki-laki punya keistimewaan untuk menjaganya. Menjadi pemimpin yang baik untuknya. Dan menjadi contoh yang baik untuk anakmu kelak. Ibu yakin, ibumu di rumah tak akan suka melihatmu memperlakukan perempuan dengan semaunya. Kau tak ingin menyakiti hati ibumu bukan?” tanya Bu Dina menatap mata Vega dalam-dalam. Vega segera menggeleng. Ibu Dina tersenyum.
“Dan kamu, Hening. Bersikaplah sedikit lemah-lembut sebagai seorang perempuan, kamu pasti sudah belajar mengenai akhlak Khodijah dan Aisyah saat belajar agama dengan pak Burhan.”
Hening mengangguk, tersenyum malu karena sifatnya selama ini jauh dari lemah-lembut sebagai seorang perempuan.
Dan sidang yang digelar bu Dina, menanamkan pemahaman baru di benak Vega dan Hening. Wanita dan laki-laki itu sama, tapi ada keistimewaan tersendiri yang dimiliki perempuan dan tidak dimiliki laki-laki, begitupun sebaliknya.
♣♣♣

No comments:

Post a Comment