Vega
tidak pernah suka dekat-dekat anak perempuan, baginya perempuan itu hanya
merepotkan. Sedikit-sedikit menangis, sedikit-sedikit berteriak,
sedikit-sedikit marah-marah tidak jelas. Belum lagi kalau ada apa-apa, mereka
akan dengan sigap melapor pada guru, membuat anak laki-laki dihukum dan mereka
hanya tertawa. Makanya Vega sangat suka menjahili anak perempuan, melihat
mereka menangis, dan dengan wajah tanpa dosa meninggalkannya. Bersikap seolah
tak tahu apa-apa.
Sudah
banyak anak perempuan yang dijahilinya, bahkan sengaja di kerjainya. Tujuannya
satu, ingin membuktikan bahwa laki-laki itu lebih kuat dari perempuan, dia
paling benci jika ada perempuan yang berani melawannya. Baginya, perempuan itu
harus tunduk pada laki-laki, karena laki-laki lebih kuat. Bukan seperti wanita
yang lemah. Hanya Hening yang selalu bisa membuat Vega menahan malu karena
dikalahkan gadis itu dalam beberapa pertandingan atau tantangan yang mereka
adakan. Setiap anak perempuan yang dijahili Vega, selalu dibela oleh Hening.
Hening paling tidak suka diremehkan oleh laki-laki, baginya perempuan dan
laki-laki itu sama, tak ada beda.
♣
“Vega...!!!
harus berapa kali kubilang kalau kamu tidak bisa semena-mena dengan anak
perempuan! Kamu sudah SMP, bukan lagi anak SD yang kemana-mana usil mengganggu
anak perempuan. Kamu tahu kan jika perempuan mempunyai hak yang sama seperti
laki-laki?!! Ini bukan zaman penjajahan dimana perempuan harus tunduk dan patuh
pada laki-laki, kamu tidak menghargai usaha Ibu Kartini yang menginginkan
perempuan mendapatkan hak yang sama seperti laki-laki?” teriak Hening sepagi
ini saat melihat Vega kembali berulah di jam pelajaran olahraga.
“Halah...!
persamaan derajat apanya? Itu hanya bualan kalian agar bisa membalas perlakuan
laki-laki demi kesenangan kalian sendiri. Perempuan itu sok merasa bisa, merasa
seolah-olah bisa melakukan pekerjaan seorang laki-laki, padahal jelas-jelas
laki-laki lebih kuat! Mau kukasih contoh? Saat lomba lari, siapa yang juara
pertama? Aku kan? Laki-laki! Mengalahkanmu yang begitu bersemangat ingin
mengalahkanku.”
“Tapi
dalam pertandingan basket tim perempuan yang menang!” ralat Hening cepat.
“Karena
kalian curang, kalau saja Mira tidak menangis tersedu-sedu karena terjatuh di
bawah ring, itu tidak akan disebut pelanggaran!” ejek Vega menyebalkan.
“Mira
terjatuh juga karena kamu, kamu sengaja menabrak tubuhnya yang hendak melempar
bola ke ring sehingga dia jatuh berguling di lantai, dan dengan wajah innocent kamu pergi meninggalkannya. Aku
heran, dengan cara apa agar kamu mengerti bahwa perempuan tak sepantasnya kau
perlakukan begitu, apa bedanya laki-laki dan perempuan selain dari jenis
kelamin dan fisik!” bela Hening tidak mau kalah.
“Beda,
laki-laki lebih kuat. Semua pekerjaan perempuan bisa laki-laki lakukan. Tapi
perempuan, tidak bisa melakukan semua pekerjaan laki-laki!”
“Bisa,
perempuan bisa melakukan pekerjaan laki-laki. Aku akan membuktikannya!” jawab
Hening tegas lebih dikuasai marah.
“Kamu
tak akan bisa, hanya laki-laki yang bisa!” tawa Vega semakin terdengar memuakkan
di telinga Hening.
“Katakan!
Aku yakin bisa melakukannya, dan jika aku bisa melakukannya, maka kamu harus
berhenti memperlakukan perempuan semaumu!”
“Baik!”
vega pun menantang Hening, dan tantangan kali ini membuat Hening berhitung
dengan akibat yang harus diterimanya, tetapi jika menolak, Vega akan semakin
menjadi-jadi. Hening menelan ludah demi mendengar tantangan dari Vega, tetapi
tak ada pilihan lain, dia harus menerima tantangan itu.
♣
“Hening,
Vega! Kalian ikut Bapak ke kantor!” panggil Pak Daus dengan tatapan tajam,
membubarkan keributan di mushola sekolah.
“Hening,
apa kamu sudah gila? Tidak ada dalam sejarahnya seorang perempuan memimpin
sholat bagi laki-laki. Apalagi laki-laki disini masih sehat akalnya. Kenapa kamu
sampai begitu nekat ingin menjadi imam dalam sholat berjamaah siang ini?”
Hening
mengkerut ditatap sedemekian rupa oleh beberapa pasang mata. “Katakan Hening,
apa yang membuatmu melakukan hal ini? Dosa besar yang akan ditanggung sekolah
ini karena membiarkan seorang anak perempuan memimpin sholat, sementara
laki-laki masih banyak disekitarnya!” wali kelas Hening berusaha menekan
amarahnya.
“Saya...
saya hanya ingin membuktikan pada Vega, bahwa wanita mempunyai derajat yang
sama dengan laki-laki, pak.” Jawab Hening terbata.
Mendengar
jawaban Hening, beberapa guru segera mengucap istigfar dan sebagian lagi
geleng-geleng kepala.
“Kamu
salah Hening, tidak dengan cara seperti itu wanita menunjukkan kehebatannya.
Perempuan memang mempunyai derajat yang sama seperti laki-laki, tapi tidak dengan
cara seperti itu. Kamu sudah SMP, harusnya paham akan perbedaan laki-laki dan
perempuan.” Nasihat Ibu Dina, guru BK mereka.
“Tapi
Vega memperlakukan anak perempuan dengan semena-mena, Bu! Dia selalu mengatakan
bahwa wanita itu cengeng, cerewet, merepotkan. Saya melakukan ini karena Vega
menantang saya, dan berjanji akan berhenti memperlakukan perempuan dengan
semaunya kalau saya berhasil menyelesaikan tantangan ini.”
Lagi-lagi
terdengar suara kasak-kusuk diantar guru yang menyaksikan kehebohan siang ini.
Ibu
Dina tersenyum, “Hening, Vega. Ikut ibu keruangan BK. Akan ibu jelaskan tentang
keistimewaan laki-laki dan perempuan.”
Beberapa
guru keberatan, karena menganggap hal ini harus segera dilapor ke kepala
sekolah dan mendapat peringatan tegas untuk orang tuanya.
Tetapi
Bu Dina meyakinkan mereka, bahwa anak-anak seusia ini harus di bimbing, bukan
dihukum.
Karena
wakil kepala sekolah menyerahkan kasus ini sepenuhnya pada ibu Dina, tak ada
seorang pun yang bisa membantah.
“Duduk
Hening, Vega.” Bu Dina mempersilahkan muridnya duduk.
Entah
kenapa, kalau berhadapan dengan Bu Dina, Vega tak pernah bisa membantah. Hening
bahkan terlambat menyadari hal itu.
“Kalian
harus tahu, perempuan dan laki-laki punya kesitimewaan tersendiri. Kamu benar
Hening, perempuan bisa mengerjakan semua pekerjaan laki-laki, bisa kamu lihat
sekarang, hampir semua pekerjaan ada perempuan yang ikut terjun didalamnya.”
Hening
tersenyum senang, Vega mendengus.
“Tapi
kamu harus ingat Hening, ada beberapa pekerjaan laki-laki yang tidak bisa
diambil alih oleh perempuan kecuali karena keadaan yang memaksa. Seperti
menjadi imam dalam sholat, hal itu dibenarkan jika sudah tidak ada seorangpun
laki-laki yang bisa memimpin sholat, kalaupun ada dia hanyalah seorang yang
gila dan tak punya akal. Maka perempuan berhak menjadi imam dalam sholat.
Tetapi selagi masih ada laki-laki yang tidak gila, beragama Islam, bisa dan
tahu bacaan sholat. Maka dosa besar yang akan ditanggung lingkungan bahkan
negaranya jika membiarkan seorang perempuan menjadi imam. Kamu tidak mungkin
tega membuat semua orang menanggung dosanya karena ulahmu kan?” bu Dina
bertanya lembut.
Hening
menggeleng cepat, bergidik memikirkan dosa yang telah dibuatnya.
“Vega,
kamu pun benar. Tak ada pekerjaan perempuan yang tidak bisa dilakukan laki-laki.
Memasak? jangan ditanya berapa banyak koki laki-laki di dapur sebuah restoran,
menyapu? Banyak laki-laki yang bekerja menjadi Office Boy di perusahaan-perusahan. Semua pekerjaan perempuan bisa
dilakukan laki-laki.”
Kali
ini Vega tersenyum senang, giliran Hening yang mendengus.
“Laki-laki
memang lebih kuat dari perempuan, tak bisa dipungkiri itu. Laki-laki mempunyai
tenaga lebih untuk melakukan sesuatu dibanding perempuan. Tetapi bukan berarti
tenaga yang ada bisa dipergunakan semaunya untuk menganiaya perempuan, justru
dengan tenaga yang dimiliknya, dia harus bisa melindungi seorang perempuan,
bukan untuk memukulnya. Perempuan itu lembut, jangan dikerasi. Ibarat bambu,
jika kamu ingin membentuknya menjadi bagus, kamu tidak bisa langsung memaksanya
menjadi bentuk yang kamu inginkan, harus perlahan, hati-hati, agar bambunya
tidak patah. Begitupun dengan perempuan, kamu sebagai laki-laki harus bisa
membimbingnya, mengarahkannya untuk mengerti yang benar dan yang salah. Dan ada
satu keistimewaan perempuan yang tidak dimiliki laki-laki.” Jelas ibu Dina
menggantung kalimatnya.
Hening
tersenyum senang, meski belum tahu. Vega mendongakkan kepala bertanya lewat
pandangan matanya.
“Laki-laki
tidak bisa melahirkan, Vega. Hanya perempuan yang bisa melakukannya, dan itu
bukan pekerjaan yang mudah. Butuh 9 bulan sepuluh hari bagi seorang perempuan
untuk melahirkan seorang anak manusia. Butuh pengorbanan untuk bisa melahirkan
dengan selamat, nyawa yang jadi taruhannya Vega. Itu tugas mulia yang hanya
diterima perempuan, kau tahu kenapa? karena perempuan lembut, dia lebih
mengandalkan perasaan. Coba kalau laki-laki, mungkin baru tiga bulan
mengandung, dia sudah mengeluh karena repot membawa perut buncit kemana-mana,
menggendong bayi saja mungkin kamu hanya bertahan 3 jam, selebihnya kamu merasa
pegal karena harus terus menggendongnya. Itulah istimewanya perempuan Vega, dan
kamu sebagai laki-laki punya keistimewaan untuk menjaganya. Menjadi pemimpin
yang baik untuknya. Dan menjadi contoh yang baik untuk anakmu kelak. Ibu yakin,
ibumu di rumah tak akan suka melihatmu memperlakukan perempuan dengan semaunya.
Kau tak ingin menyakiti hati ibumu bukan?” tanya Bu Dina menatap mata Vega
dalam-dalam. Vega segera menggeleng. Ibu Dina tersenyum.
“Dan
kamu, Hening. Bersikaplah sedikit lemah-lembut sebagai seorang perempuan, kamu
pasti sudah belajar mengenai akhlak Khodijah dan Aisyah saat belajar agama
dengan pak Burhan.”
Hening
mengangguk, tersenyum malu karena sifatnya selama ini jauh dari lemah-lembut
sebagai seorang perempuan.
Dan
sidang yang digelar bu Dina, menanamkan pemahaman baru di benak Vega dan Hening.
Wanita dan laki-laki itu sama, tapi ada keistimewaan tersendiri yang dimiliki
perempuan dan tidak dimiliki laki-laki, begitupun sebaliknya.
♣♣♣
No comments:
Post a Comment