Wednesday 22 June 2016

Ekspresi Hati

Kata siapa ekspresi hanya ditunjukkan oleh wajah, hatipun bisa berekspresi.
Ekspresi yang disalurkan lewat lagu adalah bentuk dari ekspresi hati seseorang, nama lainnya penyalur kata.

Coba dengarkan baik-baik tiap bait lagu yang mengalun, bahwa walau hanya berupa irama tetap menyiratkan sebuah makna. Ada banyak jenis lagu yang kita dengarkan sehari-hari. Dari yang aliran Pop, rock, jazz, RnB, dan lain-lain, dan biasanya lagu yang sering diputar oleh seseorang, adalah lagu  yang mampu mewakili isi hatinya.

Akhir-akhir ini, aku menyukai semua bentuk dentingan piano yang menentramkan.
Suara tuts nya yang lembut, dimainkan oleh pianist terkenal
Benar apa yang mereka bilang, ketika kau melakukan sesuatu dengan tulus, dan kau melakukannya dari hati, semua akan terasa berbeda.
Makna yang ingin kau sampaikan, langsung tersalurkan lewat media yang menjadi perantara mu untuk menyampaikan isi hati.
Aku selalu merasa nyaman, menikmati dentingan lembut ini di telingaku.
Dari semua lagu yang kudengar, aku menyukai dua buah lagu yang dimainkan Maksim Mrvica. Still Water dan Hana's Eyes.
Entah kenapa, setiap mendengar lagu ini.
Aku seolah diajak memunculkan semua memori yang ada di dalam otakku.



Hingga akhirnya membuncahkan rasa yang ada di hatiku.
Ada perasaan miris, putus asa, kehilangan, kerinduan.
Itu yang kutangkap dari kedua lagu ini.
Lagu yang hanya menyajikan denting piano tanpa lirik.
Lagu yang ingin aku bagi padanya, tapi jangankan membaginya, mengutarakannya saja aku berfikir beberapa kali.
Aku hanya ingin menyampaikan, "Dengarlah, ini ekspresi hatiku. Mampukah kau merasakannya?"
Tidak, ada baiknya kau tak tahu. Karena jika kau tahu, akan kembali tercipta jarak yang begitu jauh.
Yang akan membuatku tersudut pada ruang yang sama, terlempar pada kesepian dan kesunyian gelap.


Aku sudah cukup senang dengan keadaan sekarang.

Ketika aku bisa kembali menemukan kau di tengah penat yang memaksaku untuk terus menenggelamkan diri di sana.
Menyibukkan diri, berharap aku kelelahan dan kehilangan waktu untuk mengingatmu.
Membunuh dengan tega perasaan rindu itu, yang terasa menghujam saat tak kutemukan apa-apa di sini.


Bukan perkara mudah, melupakan tak semudah itu.

Bukan orangnya yang kau takutkan menghilang, tapi semua bentuk perhatiannya.
Ketika kau sudah terbiasa dengan kehadirannya yang setiap saat ada untukmu.
Ketika kau terbiasa mendengar suaranya, ketika kau terbiasa melalui harimu dengan usikan darinya.
Ketika kau terbiasa diperhatikannya sedemikian rupa saat kau terbaring lemah,
terbiasa ditenangkannya saat kau ada masalah,
terbiasa mencurahkan apapun padanya.
Lantas, tanpa kau minta bahkan tak pernah sedikitpun terpikir olehmu semua kebiasaan itu menghilang.
Berubah menjadi kebisuan yang menyesakkan.
Dan kau dihadapkan pada dilema, seolah sebuah kehilangan mampu membunuh syaraf sadarmu tentang arti kehidupan.
Seolah tulangmu dilolosi satu persatu,
jangtungmu menolak mengalirkan darah ke semua persendianmu dengan normal,
membuat langkahmu goyah, bergetar menopang beban dari lubuk hatimu yang terdalam.
Kemanapun kau melangkah, selalu ada ingatan tentangnya.
Lantas bagaimana caramu melupakannya?
Beribu kali kau mengutuk kebodohanmu, bersikap masa bodoh dengan kesakitanmu.
Tapi berkali-kali pula kau gagal saat mendapati dirimu masih mengenangnya.


Perubahan memang tak selamanya menyenangkan,

kau berusaha menghapus jejaknya dengan menciptakan jejak baru,
tapi kau tersadar, ini tak sama.
Kau tak mampu merasakan nyaman pada suasana baru yang tercipta,
bahkan memilih mengabaikan.


Kau tidak berbohong, berkali-kali menjauh.

Kau akan tetap mendapati drimu kembali pada tempat semula.


Hal yang paling menyakitkan dari sebuah perasaan, adalah menahan rindu.

Rindu yang tak tersampaikan, dan akhirnya membuat semua keadaaan terasa salah.
Bahkan untuk menarik nafas, kau kesulitan.


Adalah indah jika kau dihampiri rasa rindu dan bisa mencurahkannya dengan orang yang kau sayang,

ketika rundumu disambut dengan baik.


Tapi sebaliknya, akan terasa menyiksa saat kau tak bisa menyampaikannya.

Bukan karena kau terlalu pengecut untuk mengutarakannya.
Tapi karena kau berusaha untuk membuat keadaan baik-baik saja.


Kau memilih terhimpit di antara kerinduan yang memenuhi rongga hatimu.



Dan, saat kau kelelahan, melawan rindu itu untuk tak selalu muncul tanpa kau harapkan.

Kau mulai memilih berdamai, menikmati rasa rindu yang kerap kali datang menyergap tanpa bisa kau cegah.


Kau biarkan hatimu dipenuhi rasa rindu dari sebuah kehilangan yang menyakitkan.

Kau biarkan otakmu memutar semua kenangan yang kau punya.
Berharap hal itu bisa menenangkan hatimu, meredam inginmu untuk bertindak gila dengan mencarinya.


Setidaknya, kau bisa menikmati kerinduan itu meski dalam tangis.

Setidaknya, kau bisa menghibur diri.
Bahwa kau masih seorang manusia yang punya hati.
Bukan sosok yang berdiri angkuh, atau orang yang biasa tersenyum dan melempar tawa pada siapapun.
Setidaknya, di balik sosokmu yang dingin, kau masih punya hati untuk merasakan rindu, menangis, meski itu menyakitkan.



Dan...
Hei!
Apa yang kulakukan?
Darimana kau bisa menuliskan untaian kata menggelikan seperti.
Baiklah...
Lagi-lagi ini hanyalah sebuah insprasi yang berlompatan keluar saat kau tengah mendapat ide.
Lumayan, tidak buruk...
Kau menggabungkan berbagai cerita tetangga, sehingga kau racik menjadi cerita picisan yang membuat perutmu mual.
Baik, hentikan mendengar musiknya. Saatnya kau tidur.
Penulis idiot macam apa yang membiarkan kantung matanya begitu besar dan mengurangi rona kecantikannya.
Aiiigggoooo...
Mungkin aku mulai gila.
Ani... ani... aku tidak gila
Yah, kau pasti tahu, adakalanya ketika seseorang mendapat ilham dan ingin menulis, maka tanpa kau sadari tanganmu akan bergerak lincah di atas keyboard, merangkai kata picisan yang membuatmu terkikik saat membacanya kembali setelah otakmu mulai waras.
Siapapun juga, sadarkan aku dari kegilaan ini.
Ini bukan seperti aku.
Yak! Paboya... berhentilah.
Kau harus segera tidur, berhenti mengarang kisah picisan.
Oppa Jung tak akan suka melihat mata kantukmu saat menatap layar keesokan paginya.
Errggghhh...
Oppa Jung. :D

No comments:

Post a Comment