Tuesday 5 December 2023

Koleksi

Baru saja aku berbincang dengan teman lama yang sudah lama tidak kutemui.
Awalnya dia enggan berbicara, tercipta jeda yang cukup panjang hingga aku mulai iseng menghitung rintik hujan di luar sana.
Perlahan, satu kata meluncur dari bibirnya.
'Koleksi'
Akupun menoleh, menghentikan aktivitas konyol yang baru saja kulakukan.
Mulai memasang telinga lebih tajam, khawatir terlewatkan satu katapun darinya.
Jeda lagi.
Baiklah, kutunggu lagi dia untuk kembali berbicara.
Kali ini aku iseng mengetuk-ngetuk kepalaku, bertanya-tanya apakah otakku masih ada di dalam sana.

"Aku bodoh karena telah percaya."

Lagi-lagi kuhentikan aktivitas absurdku, mengubah posisi duduk, sempurna menghadapnya.
Seketika itu, mengalir deras ceritanya.

Ahhh...
Ternyata dia terluka karena kembali percaya bahwa akan ada laki-laki di luar sana yang mampu bertanggung jawab dengan kata-katanya.
Karena nyatanya, mereka hanya menganggap wanita sebagai koleksi, yang bisa dipilih saat dibutuhkan, dan ditinggalkan saat tak lagi berharga.

Wahhh... 
Tentu saja aku gelagapan saat mendapati bahunya mulai berguncang dan perlahan isakan itu menjadi kencang, sesekali sesenggukan.
Aku sempat berniat untuk memeluknya, tapi aku sendiri ikut kesal padanya.
Baiklah, biarkan saja dulu dia menangis.
Mungkin sekarang giliranku memarahinya.

Wahai....
Teman lamaku.
Kuberikan satu nasihat padamu.
Berharap pada manusia itu, menyakitkan.
Karena sejatinya, hati mereka sangat gampang berubah.
Bukankah ini bukan kali pertama kau terluka?
Tapi kenapa dengan bodohnya kau kembali terluka karena alasan yang sama?
Kau kira di luar sana masih banyak laki-laki yang mampu berkomitmen, bertanggung jawab pada kata dan sikapnya?
Tidak!
Jikapun ada, itu langka. Ajaib sekali jika kau menemukannya.
Tangismu makin kencang, ditingkahi derasnya hujan dan gemuruh di langit sana.
Kalian sedang berlomba mengeraskan suarakah?
Astaga... Aku hanya penonton kali ini.
Tidak, komentator lebih tepatnya.

Kau bilang, kau terluka saat mengetahui orang terdekatmu malah yang mengatakan bahwa wanita itu hanya koleksi, dengan dalih diapun pernah terluka karena pernah setia pada wanita.
Maka dia yang semula korban berubah menjadi pelaku dengan alasan tak ingin lagi terluka.
Tapi menjadi melukai?
Kekonyolan macam apa ini?
Apakah kalian sedang menciptakan lingkaran setan?
Ajaran sesat dari mana?
Jika ingin diperlakukan dengan baik, maka berlakulah baik.
Jika berlaku jahat, jangan salahkan alam saat berkeroyok membalas kejahatanmu.
Apa yang kau lakukan, akan ada ganjarannya.
Entah itu perbuatan baik, maupun perbuatan buruk.

Ohhhh.... Ayolah berhenti menangis, lihat matamu mulai membengkak.
Kau yang tak terbiasa menangis, mendadak menangis, lihatlah jadinya, membuka mata pun kau sulit.
Maaf kawan, aku ingin tertawa melihat sosokmu malam ini.
Ke mana dirimu yang begitu dingin dan tidak peduli pada sekitar.
Kau yang berdiri sendiri dengan angkuhnya tanpa pernah mau diusik bahkan kerap membentengi dirimu dengan dinding tak kasat mata agar orang tak mendekat.
Bagaimana bisa kau berubah sedrastis ini?
Sejak kapan kau menjadi peduli?
Memikirkan hal-hal remeh temeh seperti ini?
Bukankah dulu kau selalu menertawakan kebodohan mereka yang masih percaya pada kata-kata manis.
Baiklah, kali ini aku yang menertawakan kebodohamu.

Apa?
Ahhh... Iya baiklah, kau hanya terluka karena kata-kata 'koleksi' yang dilontarkan temanmu sembari tertawa.
Tertawa di hadapanmu yang pernah menjadi korban dari para kolektor?
Kau yang masih belum sempurna sembuh, ditampar kenyataan bahwa orang terdekatmu, yang kau percaya akan berbeda dengan laki-laki bangsat di luar sana, ternyata sosoknya lebih menyeramkan dari yang kau bayangkan?
Saat menganggap mempermainkan hati seseorang itu menyenangkan.
Membuatmu yang sedang berusaha merajut mimpi bahwa masih ada tersisa makhluk asing di luar sana yang mau menerimamu apa adanya, yang mau memperjuangkanmu tanpa berhenti di tengah jalan, yang mau menemani tiap langkahmu dan berjuang bersama.
Nyatanya ... Tak ada.
Kau tetap sendiri.
Memeluk lukamu sendiri, pun menyembuhkannya sendiri.

Yah...
Baiklah, setidaknya aku menikmati ekspresi mu malam ini.
Kau lebih ekspresif, tidak seperti biasa. Kaku, seperti kanebo kering.
Tapi aku lebih suka melihat sosokmu yang dingin.
Kembalilah pada dirimu yang dulu, yang tak peduli, yang acuh, yang dingin.
Karena jika kau melemah, kau akan kembali terluka.
Ingat....
Aku mungkin bisa menemanimu.
Tapi ada saatnya aku tak ada bersamamu.
Lindungi dirimu sendiri.
Kenakan kembali topeng yang biasa kau bawa selama ini.

Lihat...
Hujan mulai berhenti.
Wah ... Tangismu pun berhenti.
Ayo kita pulang, istirahat. Ini sudah larut malam.