Friday 23 March 2018

"Aku Tahu", Sebuah Kalimat yang Menutup Masuknya Ilmu

"Aku tahu", sebuah kata yang sering kita dengar atau mungkin sering kita ucapkan saat mendengar seseorang mengatakan sesuatu yang kita sudah tahu. Ini biasa kita lakukan untuk sekedar memutuskan rasa bosan atau untuk menghentikan percakapan yang kita sendiri sudah tahu ke mana arahnya. Mungkin kita berfikir "Untuk apa buang-buang waktu jika kita sudah tahu yang hendak dikatakan orang tersebut?". Atau, mungkin saja ada saat kita merasa tidak terima atas informasi atau ilmu yang kita peroleh dari seseorang yang pendidikannya lebih rendah dari kita, semacam perasaan gengsi, merasa direndahkan. Maka dengan rasa tinggi hati, kita memutuskan untuk mengatakan, "Aku tahu".
Hei, tidakkah terpikir oleh kita jika orang-orang yang pintar bahkan lebih jenius dari kita adalah orang-orang yang mau membuang-buang waktu untuk mendengarkan informasi yang sekalipun dia sudah tahu, tetap disimaknya dengan saksama. Fokus betul menyerap kata demi kata yang diterima, bahkan tidak jarang membawa catatan untuk mencatat informasi yang dia dapatkan. Tidak, saya tidak sedang mengarang karena saya sendiri tahu informsi tentang kegiatan ini dari mantan atasan saya. Dia termasuk orang yang sukses menurut saya. Beliau mengatakan hal ini di suatu waktu saat memberikan pengarahan.
Beliau memberikan contoh Bapak B.J. Habibie yang melakukan kegiatan seperti yang saya sebutkan di atas, terlepas dari apakah beliau benar-benar bertemu dan melihat langsung yang dilakukan oleh Bapak B.J. Habibie. Yang pasti, beliau mengatakan "Orang sejenius B.J. Habibie saja mau membuang waktu untuk menyimak informasi yang diberikan orang lain untuk kemudian dia catat seolah-olah dia benar-benar haus akan ilmu dan dia tidak tahu apapun. Padahal, boleh jadi lawan bicaranya hanya membual atau boleh jadi dia sudah tahu informasi itu, bahkan bisa saja semua orang juga sudah tahu karena informasi yang didapatkan adalah informasi yang sedang hangat-hangatnya dibicarakan. Tapi, dia tetap mencatat, menyimak. Tanpa memandang apakah lawan bicara pendidikannya lebih rendah atau lebih tinggi dari dia. Padahal bisa saja dia menyela, memotong obrolan dengan mengatakan 'aku tahu' untuk memangkas waktu yang terbuang sia-sia.
Itu baru satu contoh yang saya dapatkan dari mantan atasan saya, mungkin masih banyak orang-orang jenius lain yang melakukan hal yang sama seperti dilakukan oleh Bapak B.J. Habibie.
Lalu bagaimana kalau berita itu bohong? Itu point pentingnya. Orang yang cerdas akan menelaah kembali informasi yang dia dengar untuk kemudian dia cari kebenarannya. Tidak lantas menelan bulat-bulat informasi itu bahkan mengamini bahwa informasi tersebut adalah benar untuk kemudian dia sebarluaskan kepasa masyarakat luas. Orang-orang cerdas akan meneliti kembali, mencari kebenaran. Setelah dia tahu bahwa informasi itu benar, maka boleh jadi akan dia sebarluaskan kepada orang lain, jika informasi itu menyangkut hajat hidup orang banyak dan bersifat publik. Jika bersifat pribadi, bisa dia terapkan untuk dirinya sendiri guna membantu riset, penelitian, uji coba yang sedang dia kerjakan.
Lalu timbul lagi pertanyaan, "Apa hubungannya dengan kata 'Aku tahu'?". 
Kita ambil lagi sebuah contoh, Bapak B.J. Habibie tadi misalnya. Jika Bapak B.J. Habibie mengatakan "Aku tahu" atau kita sendiri yang mengatakannya. Otomatis saat itu juga lawan bicara berhenti memberikan informasi. Kita merasa sudah tahu informasi itu cukup dengan mendengar kalimat pembukanya saja dan mengambil kesimpulan kalimat penutup pasti akan sama, lantas dengan mudahnya kita mengatakan "Aku tahu". Sadar atau tidak saat kita melontarkan kalimat itu, saat itu kita memutus akses masuknya ilmu pengetahuan yang baru.
Siapa tahu kalimat akhir seseorang akan berbeda dengan orang lain meskipun kalimat awalnya sama. Karena kita mengatakan "Aku tahu", saat itu juga kita gagal mendapatkan informasi baru. Jika memang, informasi yang kita terima sama persis dari awal sampai akhir. Tidak mengapa, anggap saja kita mengingat kembali. Biasakan untuk mendengarkan informasi sampai habis. Selesai, jika masih bingung, kita bisa bertanya meminta penjelasan untuk kemudian memperoleh informasi lain lagi. Jika memang sudah paham betul dan sudah tahu. Anggap saja melatih bersikap sopan dengan lawan bicara. Bukankah tidak sopan memotong ucapan seseorang dengan kata-kata "Aku tahu". Melenyapkan mood lawan bicara, bahkan.bisa jadi lawan bicara akan tersinggung.
Tidak mengapa, meskipun lawan bicara pendidikannya lebih rendah dari kita. Siapa tahu, dia mendapatkan informasi dari pejabat tinggi, orang terpercaya, atau bisa jadi lawan bicara kita adalah agen FBI yang sedang menyamar. Siapa tahu?
Banyak kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi di sekitar kita. Biasakan untuk tidak menganggap remeh informasi yang kita terima, toh tidak ada ruginya. Lagi, perlu diselidiki kebenarannya, jangan asal terima. Bisa gawat kalau kita akhirnya dituntut karena dituduh memberikan informasi bohong atau hoax. So, jadilah penyimak yang cerdas.

No comments:

Post a Comment