Sunday 6 April 2014

Aku takut Sunyi

Bulan,
jika tiba masamu menerangi langit malam dengan cahayamu,
maka berjanjilah untuk tetap di tahta mu,
berpendar meramaikan malam.

Matahari,
jika tiba waktumu memancarkan sinar hangatmu,

maka berjanjilah untuk tetap di singgahsana mu,
berpijar menerangi langit biru.

Hujan,
jika tiba saatnya,
engkau datang menyapa dunia,
sapalah dengan tetesan lembut rinaimu,
semarakkan riuh rendah rindu alam menyambutmu.

Bulan,
sekali kau bersembunyi di jubah hitam,
saat itu ketakutan datang.

Matahari,
sekali kau menyelinap pergi,
saat itu juga mimpi buruk terjaga.

Hujan,
sekali kau menghilang,
mengehentikan nyanyian alam,
saat itu juga kesunyian datang.

Gelap,
membangunkan mimpi buruk yang tertidur,
sunyi,
mengurung ketakutan itu lekat dalam memori.

Ketika sunyi mengambil alih,
menciptakan sepi dan gelap yang pekat,
saat itu juga nyanyian kesedihan tercipta,
mendendangkan irama memilukan,
menghembuskan aroma kesakitan.

Akan datang mimpi buruk itu,
membayang menari-nari dalam ingatan,
memaksa rindu dan benci keluar,
mencerabut semuanya untuk berebut bercerita,
beradu cerita silam yang kelam.

Terlalu menyakitkan untuk dirasakan,
tetapi terlalu disayangkan untuk diabaikan.

Sedalam apapun mereka terkubur,
hadirnya sunyi akan mengundang mereka kembali ke permukaan,
membuncah menebarkan sesak.

Ketakutan akan sunyi,
memaksaku untuk selalu bergerak gelisah,
mencari ramai,
hingga raga ini akan damai,
pada tempat yang telah kuimpikan,
disana...
akan kujumpa bahagia, tanpa sunyi turut serta.

Maka,
berjanjilah untuk selalu ada,
temani aku dalam perjalanan ini,
temani aku untuk menemukan impi itu,
agar tak ada lagi sunyi yang datang membayangi.

No comments:

Post a Comment