Saturday 15 December 2012

Belajar memaknai kesederhanaan cinta dari Sapardi Djoko Darmono

Aku Ingin


Aku ingin mencintaimu dengan sederhana;
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana;
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada


Sapardi Djoko Darmono, 1989

Pertama kali menemukan bait kalimat "aku ingin mencintaimu dengan sederhana", membuatku terkesima. sederhanakah cinta itu?
Subhanallah...
Begitu aku mencoba mencari makna dari puisi ini, aku tersadar ternyata cinta memang sederhana.
Baris pertama baik itu di bait pertama atau kedua, terdapat kata "Aku ingin mencintaimu dengan sederhana", dan yang menjadi kata kunci kalimat ini adalah "sederhana".
Sederhana, jika diartikan mengandung makna tidak berlebih-lebihan. Dan cinta itu sederhana, benar-benar berasal dari perasaan yang tulus tanpa manipulasi.

Baris kedua dari bait pertama dan kedua, ada makna ketertundaan. "Kata yang tak semat diucapkan" dan "isyarat yang tak sempat disampaikan". Tapi kata dan isyarat disini bisa menjadi medium dari ungkapan rasa terima kasih, rasa kagum dan rasa ingin. Bagaimana Kayu ingin mengatakan kepada api dan awan ingin mengisyaratkan kepada hujan mengenai rasa cinta mereka yang sederhana. tetapi tertangguhkan karena kata dan isyarat itu tak sempat diucapkan dan pada akhirnya terbawa-bawa dalam kehidupan sehari-hari. Meski tak sempat diutarakan, tetapi tak menghalangi makna cinta itu sendiri, justru rasa itu menjadi utuh dan semakin membuat kita berfikir bahwa cinta itu benar-benar sederhana.

Baris ketiga mengandung makna peniadaan dan pengorbanan. Ketika kayu dan awan tak sempat mengutarakan rasa cinta mereka yang sederhana, api dan hujan sudah terlebih dahulu meniadakan mereka. Kayu rela berkorban demi api, meski harus menjadi debu.
Awan rela berkorban demi hujan, meski harus menyingkir dari langit.
Tapi disini ada hubungan saling membutuhkan. Api membutuhkan kayu untuk dapat bertahan dengan nyalanya. Hujan membutuhkan awan untuk menumpahkan tetes-tetes airnya.
Sekali lagi, untuk kelangsungan hidup api dan hujan, kayu dan awan merelakan diri mereka sendiri. Berkorban untuk yang dicintai.
Disini terjadi proses, dan dalam proses ini justru semakin memaknai betapa sederhananya cinta.
Ketika kita mencintai seseorang dengan sederhana, tulus dan apa adanya, tak menutup kemungkinan kita akan rela berkorban untuk orang yang kita cintai. Disinilah bentuk kesederhanaan cinta. Setiap orang mempunyai cara tersendiri untuk mendefinisikannya di dunia nyata.

No comments:

Post a Comment