Beberapa hari lalu aku bertemu dengan seorang gadis kecil di sebuah Rumah sakit.
Di tengah riuhnya suara di sekitar, mataku tertuju pada seorang bocah perempuan yang terlihat duduk diam.
Entah awalnya dari mana, akupun tak tahu awal mula dia muncul di depanku kapan.
Aku baru menyadari kehadirannya saat dengan sudut mataku, kulihat beberapa kali dia mencuri pandang padaku.
Iseng, kuputuskan untuk memergokinya.
Tentu saja dia segera membuang muka, terlihat menggemaskan menurutku.
Aku yang semula mengantuk, perlahan mengumpulkan kesadaran utuh.
Naluriku untuk mendekati sesuatu yang imut segera muncul.
Jika bocah lain terlihat berisik, berteriak, mengobrol dan bermain. Berbeda dengannya, gadis itu lebih memilih duduk diam di sebelah bapak-bapak yang tengah sibuk dengan handphonenya.
Sesekali dia mengayunkan kakinya, untuk kemudian menoleh kembali padaku.
Tentu saja aku segera memasang senyum termanis yang kupunya, lupa jika maskerku tentu menutupinya.
Saat kulihat dia membuang muka untuk kedua kalinya, kuputuskan untuk mendekat.
Aku teringat dengan permen yang pernah kubeli di minimarket dekat rumah, kebetulan aku membawanya.
Dalam benakku, biasanya bocah suka dengan permen atau hal-hal manis, apalagi permennya berwarna-warni.
Sebatang permen kusodorkan mendekati jemarinya. Tapi dia tidak merespon, sedikit kecewa, kucoba lagi. Tangannya seolah mau mengambil tapi ternyata tidak, bahkan dia memutuskan untuk tidak menoleh lagi padaku.
Baiklah, harga dirimu mahal juga bocah.
Maka kubiarkan permen itu masuk kembali ke tempat asalnya.
Selang beberapa lama, saat aku sendirian karena rekanku tengah melakukan pemeriksaan, aku tetap mengamati bocah kecil itu.
Kembali kukeluarkan permen yang tadi sempat kumasukkan lagi.
Kupegang sembari menimbang kapan waktu yang tepat untuk memberikannya.
Sempat terfikir untuk memberikan permen itu melalui orang tuanya, karena biasanya anak-anak terlalu malu mengambil sesuatu dari orang asing tanpa restu dari orang tua.
Sembari mengamati situasi, akhirnya seorang bapak yang duduk selisih satu kursi dengan bocah itu berdiri, mengulurkan tangan pada sang bocah dan mengajaknya pergi.
Bocah itu menurut tanpa banyak bertanya. Mengikuti langkah ayahnya mendekati meja resepsionis tempat beberapa perawat berjaga.
Ah... Rasanya aku seperti orang patah hati, saat kulihat langkahnya menjauh bersama sang ayah. Bahkan mereka menolehpun tidak.
Aku menimbang-nimbang apa yang harus kulakukan pada permen yang gagal menemukan pemilik barunya.
Ingin kuberikan pada bocah lain, tapi hati terlanjut menyesal untuk tidak memaksa bocah tadi menerimanya.
Tapi seperti keajaiban, dia kembali datang bersama sang ayah dan kali ini duduk tepat di sebelahku.
Tanpa menyia-nyiakan kesempatan, kuulurkan permen tersebut kepada si bocah, tentu saja lebih dulu izin pada ayahnya.
Saat ayahnya memberi izin dan meminta bocah itu menerima, barulah permennya sampai ke tangan yang tepat.
Tentu saja aku lega.
Tapi aku kembali dibuat bertanya-tanya, saat kudapati setelah beberapa lama permen itu hanya dia genggam.
Tidak tertarik kah atau tidak suka?
Lagi-lagi aku kecewa, tapi yah... Mau bagaimana lagi, minimal aku sudah menyerahkannya, daripada nanti kepikiran sampai beberapa hari ke depan.
Selang berapa lama kemudian, ayahnya berdiri dan meminta bocah itu menunggu.
Dengan takzim dia mengangguk, duduk manis sembari menatap permennya.
Kuberanikan diri untuk bertanya, "Ga' dimakan permennya?"
Dia menatapku lalu melihat permennya, maka kuputuskan memberi bantuan untuk membuka permennya karena berfikir mungkin dia kebingungan bagaimana cara membukanya.
Begitu terbuka, kuulurkan kembali padanya. Diterimanya dengan senyum manis dan segera dinikmatinya.
Bahkan saat kutanya apakah permennya enak, dia menjawab 'enak' dengan riang.
Aihhhh.... Ingin kuculik dia.
Tapi lagi-lagi aku dibuat kecewa saat permen itu kembali hanya digenggamnya.
Aktivitas menjilat permen berhenti sempurna.
Mau tak mau aku memperhatikannya, bahkan khawatir permen itu jatuh dan terbuang percuma.
Heiii.... Bukan aku tidak ikhlas, tapi takut bocah itu menangis saat permennya jatuh. Meski dalam hati juga bertanya-tanya, kenapa permennya tidak segera dihabiskan.
Karena khawatir, kutawarkan diri untuk kembali membungkus permen itu. Biar bisa dia nikmati nanti.
Lagi-lagi gadis itu tidak menolak, beruntung aku belum membuang bungkus permennya.
Setelah kuserahkan kembali, suaranya terdengar.
"Nanti makan sama Abang."
Ahhhh.... Saat itu juga terjawab pertanyaan ku, dia hanya bocah kecil yang ingin berbagi apa yang dia punya. Beruntung sekali abangnya punya adik semanis, seimut dan seperhatian ini.
Seolah mulai terbuka, dia berbicara padaku, menyebut ayahnya, ibunya, abangnya.
Aku hanya tertawa saat mendengar dia bicara dengan nada seperti berbisik membuatku harus mencondongkan tubuh kearahnya agar bisa mendengar suaranya.
Manis.... Sekali.
Bocah cantik dan imut, serta tingkahnya yang menggemaskan. Aku suka.
Sesekali dia memperhatikan bocah lain sedang makan, dia sempat bertanya tentang sesuatu padaku, tapi karena suaranya terlalu kecil aku tak bisa menangkap dengan jelas maksud dari pembicaraannya.
Tidak lama kami berbisik-bisik manja, karena ayahnya memanggil.
Nurut dong dia, tentu saja.
Dengan langkah riang dia mendekat ke ayahnya dan ternyata Abang yang dari tadi dia sebutkan juga datang.
Dia menjadi lebih cerewet ternyata. Mengatakan banyak hal pada abangnya, beruntung abangnya juga terlihat menyayanginya.
Mereka sempat kembali duduk di depanku.
Awalnya abangnya sempat mengeluarkan hp, tapi kembali dimasukkannya saat gadis itu mengajak berbicara, bercerita.
Ahhh... Kakak beradik yang manis.
Yang mengerti tentang pentingnya fokus pada orang di sisimu saat bersamanya, bukan mengabaikan dan sibuk dengan diri sendiri bahkan tak jarang lebih peduli dengan gadgetnya.
Padahal momen kebersamaan itu akan lebih sempurna jika dihabiskan dengan mengobrol bersama. Obrolan ringan tak masalah. Bukan berarti tidak boleh melakukan hal lain, minimal jika tidak terlalu penting, cobalah untuk fokus dengan orang di dekat kita.
Beruntung aku bertemu teman kecil selama menunggu di sini, meski tak lama, tapi aku menemukan banyak sekali pelajaran dari interaksi singkat ini.
Tentang berbagi, kasih sayang, menghargai, serta adab.
Semoga sifat baiknya terus diterapkan sampai dewasa ya dek.
Terima kasih sudah nemenin kakak bisik-bisik manja.