Showing posts with label Sastra. Show all posts
Showing posts with label Sastra. Show all posts

Wednesday, 5 February 2025

Percakapan Iblis dan Bidadari

Belakangan ini, iblis mulai kebingungan dengan perubahan sang bidadari yang dikenalnya selama ini. Sang Bidadari yang kerap tersenyum ramah padanya, sekalipun kehadirannya membawa petaka, tak mampu membuat sang bidadari marah atau bersedih.

Tapi kini, sang Bidadari mulai mengabaikannya, seolah kembali ke sosoknya yang pertama kali iblis temukan. Sosok yang begitu dingin dan tak peduli pada sekitarnya. Sosok yang dia bentuk dari kejatuhannya pertamanya setelah habis-habisan ditipu oleh seorang manusia yang membuatnya buta akan cinta. Sejak saat itu, sang bidadari menjadi sosok yang tak tersentuh, tersenyum seadanya, berbicara seadanya.

Dia kembali hidup dan lebih berwarna beberapa bulan lalu, tapi sayangnya kembali sang iblis melihat pemandangan tragis dari sosok sang bidadari.

Kejatuhannya yang kedua. Hanya karena kenaifannya, yang begitu mencintai seorang manusia, manusia yang begitu spesial baginya. Begitu dijaga, dia pastikan selalu ada untuknya, mengabulkan semua inginnya, mengalah pada inginnya, melindunginya, melangitkan namanya untuk kebahagiaannya. Tapi apa yang dia terima?

Cacian, makian, kebencian, fitnah dan hal buruk lainnya. Hebatnya lagi, setelah mendapatkan semua perlakuan itu, sang Bidadari justru menyalahkan dirinya sendiri. Membela manusia spesialnya, membuat terluka manusia lain yang benar-benar peduli padanya.

Mata itu kehilangan sinarnya, perlahan redup bersama jiwanya.

 

“Haruskah ku hancurkan dunia agar tidak ada lagi makhluk yang bernama manusia?”

Setidaknya inilah percakapan pertama yang terjadi setelah iblis jengah melihat bidadari yang terlihat begitu menyedihkan.

Dengan cepat sang bidadari menggeleng, “Kau tidak berhak melakukannya.”

Sang Iblis terkekeh, “Kau tahu bidadariku yang naif. Kami cukup membisikkan kata-kata manis, mereka manusia serakah akan bergerak dengan sendirinya bahkan terkadang tanpa kami minta. Mereka berimprovisasi, mengacaukan tatanan dunia, merusaknya.”

“Tidak semuanya. Masih ada yang merawat dan memperbaikinya.”

“Hah! Kau bela saja terus mereka, tapi lihat? Nasibmu berakhir menyedihkan di tangan makhluk yang begitu kau cintai bernama manusia.”

“Itu bukan salahnya.”

Sang Iblis Kembali terbahak. “Wah… Sang bidadari kita ini benar-benar berwelas asih, seperti yang dirumorkan. Tapi tidakkah kau lihat apa yang dilakukan manusia yang kau cintai di belakangmu? Bahkan setelah ketiadaanmu di sisinya, dia terus-menerus mengumpatmu, membencimu, memfitnahmu. Kau tidak marah?”

Sang Bidadari menggeleng membuat Sang Iblis mendecak kesal.

“Kau tahu kan apa yang dia lakukan? Kau lihat sendiri buktinya yang diberikan manusia lain padamu?”

Tak ada jawaban, Iblis kembali melanjutkan.

“Pertama, dia menyalahkanmu karena tidak memilihnya. Berkoar ke sana kemari tentang betapa terlukanya dia, bodohnya kau malah mengamini dan menganggap bahwa itu memang salahmu.

Kedua, dia mulai mengarang indah dengan mengatakan kau hewan berwujud manusia, nyatanya kau bidadari yang menyelinap ke dunia manusia.

Ketiga, dia kembali membuat dongeng dengan mengatakan kau tukang selingkuh. Kau tahu? Ini terdengar konyol sekali. Aku yang murni seorang iblispun tertawa melihatnya. Bagaimana mungkin dia menuduhmu selingkuh dan berkhianat? Sedangkan selama ini tak pernah ada kejelasan apapun tentang hubungan kalian. Bahkan dengan mulutnya sendiri, dia mengakuimu sebagai teman, rekan kerja kepada orang-orang yang bertanya.

Kau menahan diri untuk tidak terluka, memaklumi sikapnya. Kau menekan semua rasa cemburu, kesepian, tak dianggap. Meski kau tahu kau tak pernah spesial baginya, kau tetap berdiri di sisinya, menemaninya, menjaganya, melakukan apapun yang kau bisa. Tak peduli meski harus berdebat dengan orang-orang yang tak suka, tak peduli harus mengalah pada keegoisannya, tak peduli meski harus terluka dengan semua perlakuannya. Kau tetap berdiri di sisinya seperti orang bodoh.

Kau yang sejak awal tak pernah berniat untuk memberikan cinta setelah pernah terluka begitu hebat, lengah dengan membiarkan pertahananmu menurun, waspadamu menghilang, kau terjebak dalam perasaan tak perlu. Hingga akhirnya kau memilih untuk tetap menemaninya hingga dia menemukan sosok yang dia cari selama ini. Wahhh… lapang dada sekali bidadari kita ini. Khawatir benar manusia spesialnya terluka sampai rela mengorbankan dirinya sendiri.

Lucunya juga, dia sebenarnya tahu perasaanmu tapi tak berniat untuk bertindak. Menikmati semua perhatianmu tapi tak paham tentang menderitanya kau dengan pemikiran bahwa semua perasaan itu hanya kau rasakan sendiri.

Hingga kau memantapkan hati, kau mundur memilih orang lain yang lebih bisa menghargai arti kehadiranmu. Manusia spesialmu marah, tak terima. Membuatmu nyaris melanggar janjimu pada manusia lainnya yang juga hendak melepasmu karena melihat betapa matamu selalu berbinar bersama manusia spesialmu.

Beruntung, manusia lainnya mencegahmu. Dan lebih beruntung lagi, manusia spesialmu justru menjauh darimu, tak mengizinkanmu untuk mendekat. Andai dia bersikap seperti biasa, kau pasti goyah. Diabaikan dan diasingkan saja kau masih bodoh terus mencarinya, terus memikirkannya, terus menyalahkan dirimu sendiri karena dia terluka. Padahal andai kau mau berfikir sedikit saja, seperti yang manusia khususmu bilang, kau tidak bersalah.

Itu murni salah manusia spesialmu. Kenapa dia menyia-nyiakan kesempatan yang ada dengan dalih menunggu moment yang tepat. Mana dia peduli dengan lukamu karena mengira hanya kau yang memiliki perasaan itu.”

Iblis menjeda sejenak kalimatnya, memperhatikan raut wajah sang Bidadari. Tapi sosok itu bungkam.

“Kesalahannya yang tidak dengan cepat mempertegas hubungan kalian, dia lemparkan kepadamu dengan mengatakan kau berkhianat?” Iblis Kembali terbahak.

“Aku tidak pernah tahu jika seorang manusia yang berjenis kelamin laki-laki lebih memikirkan moment daripada berfikir rasional untuk segera bertindak sebelum kau direbut orang lain. Dia terlalu yakin bahwa kau akan selalu ada untuknya. Dia lupa jika kau pernah terluka dan kau bisa dengan kejam menikam hatimu sendiri untuk segera mengakhiri penantian yang melelahkan, mimpi-mimpi dan harapan. Kau telah belajar banyak dari penantian yang sia-sia.

Dia terlalu terlena dengan pemikiran itu. Padahal dia jelas tahu beberapa lelaki berusaha mendekatimu, tapi dia merasa aman karena kau tak pernah menggubrisnya. Sedangkan dia? Dengan santainya dekat dengan banyak wanita. Membuatmu makin merasa kerdil dan berfikir kau tak pernah punya kesempatan. Tapi lihat? Saat dia tahu kau memilih orang lain dan menyerah pada penantianmu, dia marah. Tak pernah melihat bagaimana tingkahnya selama ini dekat dengan perempuan manapun, menikmati kecemburuanmu. Tanpa tahu malu mengatakan dia tahu kau cemburu, tahu kau menyukainya, tapi tak berniat melakukan apapun, bertahan dengan dalih menuggu moment.

Lihat? Akibat kesalahannya yang terlalu terlena, kau pergi. Dia marah, memakimu, menyebarkan fitnah bahwa kau berselingkuh. Konyol sekali! Selingkuh itu hanya berlaku bagi mereka yang memiliki hubungan pacaran atau menikah. Sedangkan kalian? Tak punya hubungan apapun dengan siapapun. Dia bahkan mengumpatmu dengan kata-kata yang tidak pantas. Apa? Ahhh… perempuan yang lebih menjijikkan dari seorang pelacur? Wanita yang tak cukup dengan satu k****l. Sungguh bidadariku. Bangsa kami terbahak melihatnya.

Bodohnya, kau terluka. Menangis. Kembali dihantui rasa sakit. Lagi… kau menyakiti orang-orang di sekitarmu yang benar-benar peduli padamu. Mereka memintamu untuk tidak lagi memikirkannya. Bodohnya kau terus memeluk lukamu dan juga memeluk luka manusia spesialmu. Membuatmu dihantui mimpi buruk.

Manusia-manusia lain yang begitu menyayangimu bahkan menawarkan diri untuk melindungimu, meluruskan semuanya, tapi… lagi-lagi kau menghalanginya, nyaris mereka menyerah untuk menyadarkanmu. Hingga mereka mengatakan bahwa mereka terluka akan sikapmu yang mengabaikan peduli mereka. Kau masih saja peduli pada manusia spesialmu yang jelas-jelas ingin menyakitimu. Itu kata-kata yang cukup manjur untuk membuatmu berhenti melakukan kebodohan. Karena mereka tahu, kau tak akan mau melihat orang lain terluka, kau lebih memilih terluka sendiri daripada harus menyakiti orang lain.

Harusnya kau sadar. Sekalipun kau pelacur, bukan haknya untuk menghakimimu. Tuhan saja tak pernah menghakimi hamba-Nya.”

Sang bidadari terdiam, iblis menghentikan amukannya dan memilih meninggalkan sang bidadari sendirian termenung.

Monday, 1 July 2024

Gadis Kecil dan Permen Warna-Warni

Beberapa hari lalu aku bertemu dengan seorang gadis kecil di sebuah Rumah sakit.

Di tengah riuhnya suara di sekitar, mataku tertuju pada seorang bocah perempuan yang terlihat duduk diam.

Entah awalnya dari mana, akupun tak tahu awal mula dia muncul di depanku kapan.

Aku baru menyadari kehadirannya saat dengan sudut mataku, kulihat beberapa kali dia mencuri pandang padaku.

Iseng, kuputuskan untuk memergokinya.

Tentu saja dia segera membuang muka, terlihat menggemaskan menurutku.

Aku yang semula mengantuk, perlahan mengumpulkan kesadaran utuh.

Naluriku untuk mendekati sesuatu yang imut segera muncul.

Jika bocah lain terlihat berisik, berteriak, mengobrol dan bermain. Berbeda dengannya, gadis itu lebih memilih duduk diam di sebelah bapak-bapak yang tengah sibuk dengan handphonenya.

Sesekali dia mengayunkan kakinya, untuk kemudian menoleh kembali padaku.

Tentu saja aku segera memasang senyum termanis yang kupunya, lupa jika maskerku tentu menutupinya.

Saat kulihat dia membuang muka untuk kedua kalinya, kuputuskan untuk mendekat.

Aku teringat dengan permen yang pernah kubeli di minimarket dekat rumah, kebetulan aku membawanya.

Dalam benakku, biasanya bocah suka dengan permen atau hal-hal manis, apalagi permennya berwarna-warni.

Sebatang permen kusodorkan mendekati jemarinya. Tapi dia tidak merespon, sedikit kecewa, kucoba lagi. Tangannya seolah mau mengambil tapi ternyata tidak, bahkan dia memutuskan untuk tidak menoleh lagi padaku.

Baiklah, harga dirimu mahal juga bocah.

Maka kubiarkan permen itu masuk kembali ke tempat asalnya.

Selang beberapa lama, saat aku sendirian karena rekanku tengah melakukan pemeriksaan, aku tetap mengamati bocah kecil itu.

Kembali kukeluarkan permen yang tadi sempat kumasukkan lagi.

Kupegang sembari menimbang kapan waktu yang tepat untuk memberikannya.

Sempat terfikir untuk memberikan permen itu melalui orang tuanya, karena biasanya anak-anak terlalu malu mengambil sesuatu dari orang asing tanpa restu dari orang tua.

Sembari mengamati situasi, akhirnya seorang bapak yang duduk selisih satu kursi dengan bocah itu berdiri, mengulurkan tangan pada sang bocah dan mengajaknya pergi.

Bocah itu menurut tanpa banyak bertanya. Mengikuti langkah ayahnya mendekati meja resepsionis tempat beberapa perawat berjaga.

Ah... Rasanya aku seperti orang patah hati, saat kulihat langkahnya menjauh bersama sang ayah. Bahkan mereka menolehpun tidak.

Aku menimbang-nimbang apa yang harus kulakukan pada permen yang gagal menemukan pemilik barunya.

Ingin kuberikan pada bocah lain, tapi hati terlanjut menyesal untuk tidak memaksa bocah tadi menerimanya.

Tapi seperti keajaiban, dia kembali datang bersama sang ayah dan kali ini duduk tepat di sebelahku.

Tanpa menyia-nyiakan kesempatan, kuulurkan permen tersebut kepada si bocah, tentu saja lebih dulu izin pada ayahnya.

Saat ayahnya memberi izin dan meminta bocah itu menerima, barulah permennya sampai ke tangan yang tepat.

Tentu saja aku lega.

Tapi aku kembali dibuat bertanya-tanya, saat kudapati setelah beberapa lama permen itu hanya dia genggam.

Tidak tertarik kah atau tidak suka?

Lagi-lagi aku kecewa, tapi yah... Mau bagaimana lagi, minimal aku sudah menyerahkannya, daripada nanti kepikiran sampai beberapa hari ke depan.

Selang berapa lama kemudian, ayahnya berdiri dan meminta bocah itu menunggu.

Dengan takzim dia mengangguk, duduk manis sembari menatap permennya.

Kuberanikan diri untuk bertanya, "Ga' dimakan permennya?"

Dia menatapku lalu melihat permennya, maka kuputuskan memberi bantuan untuk membuka permennya karena berfikir mungkin dia kebingungan bagaimana cara membukanya.

Begitu terbuka, kuulurkan kembali padanya. Diterimanya dengan senyum manis dan segera dinikmatinya.

Bahkan saat kutanya apakah permennya enak, dia menjawab 'enak' dengan riang.

Aihhhh.... Ingin kuculik dia.

Tapi lagi-lagi aku dibuat kecewa saat permen itu kembali hanya digenggamnya.

Aktivitas menjilat permen berhenti sempurna.

Mau tak mau aku memperhatikannya, bahkan khawatir permen itu jatuh dan terbuang percuma.

Heiii.... Bukan aku tidak ikhlas, tapi takut bocah itu menangis saat permennya jatuh. Meski dalam hati juga bertanya-tanya, kenapa permennya tidak segera dihabiskan.

Karena khawatir, kutawarkan diri untuk kembali membungkus permen itu. Biar bisa dia nikmati nanti.

Lagi-lagi gadis itu tidak menolak, beruntung aku belum membuang bungkus permennya.

Setelah kuserahkan kembali, suaranya terdengar.

"Nanti makan sama Abang."

Ahhhh.... Saat itu juga terjawab pertanyaan ku, dia hanya bocah kecil yang ingin berbagi apa yang dia punya. Beruntung sekali abangnya punya adik semanis, seimut dan seperhatian ini.

Seolah mulai terbuka, dia berbicara padaku, menyebut ayahnya, ibunya, abangnya.

Aku hanya tertawa saat mendengar dia bicara dengan nada seperti berbisik membuatku harus mencondongkan tubuh kearahnya agar bisa mendengar suaranya.

Manis.... Sekali.

Bocah cantik dan imut, serta tingkahnya yang menggemaskan. Aku suka.

Sesekali dia memperhatikan bocah lain sedang makan, dia sempat bertanya tentang sesuatu padaku, tapi karena suaranya terlalu kecil aku tak bisa menangkap dengan jelas maksud dari pembicaraannya.

Tidak lama kami berbisik-bisik manja, karena ayahnya memanggil.

Nurut dong dia, tentu saja.

Dengan langkah riang dia mendekat ke ayahnya dan ternyata Abang yang dari tadi dia sebutkan juga datang.

Dia menjadi lebih cerewet ternyata. Mengatakan banyak hal pada abangnya, beruntung abangnya juga terlihat menyayanginya.

Mereka sempat kembali duduk di depanku.

Awalnya abangnya sempat mengeluarkan hp, tapi kembali dimasukkannya saat gadis itu mengajak berbicara, bercerita.

Ahhh... Kakak beradik yang manis.

Yang mengerti tentang pentingnya fokus pada orang di sisimu saat bersamanya, bukan mengabaikan dan sibuk dengan diri sendiri bahkan tak jarang lebih peduli dengan gadgetnya.

Padahal momen kebersamaan itu akan lebih sempurna jika dihabiskan dengan mengobrol bersama. Obrolan ringan tak masalah. Bukan berarti tidak boleh melakukan hal lain, minimal jika tidak terlalu penting, cobalah untuk fokus dengan orang di dekat kita.

Beruntung aku bertemu teman kecil selama menunggu di sini, meski tak lama, tapi aku menemukan banyak sekali pelajaran dari interaksi singkat ini.

Tentang berbagi, kasih sayang, menghargai, serta adab.

Semoga sifat baiknya terus diterapkan sampai dewasa ya dek.

Terima kasih sudah nemenin kakak bisik-bisik manja.


Wednesday, 23 November 2022

Our Story

 Kita tidak bisa mengatakan bahwa seseorang itu lemah, cengeng, penakut, dsb. 

Karena kadar kesanggupan seseorang berbeda-beda dan bisa jadi kita belum pernah berada di posisi mereka maka dengan mudahnya kita melontarkan kata-kata demikian. 

Dalam hidup, kita dihadapkan dengan banyak pilihan, maka tugas kita memilih yang terbaik dan akan lebih baik lagi jika kita melibatkan Sang Pencipta dalam segala urusan. 

Benar, hidup ini bagaikan roda. Adakalanya kita berada di atas, di tengah, bahkan di titik terendah. Kecewa, marah, harap, bahagia. Tak jarang kita mengumpat, berteriak marah karena dipecundangi dunia. Merasa hidup tidak adil, mengeluh, meratap, hingga menangis mengiba.

Sungguh, tidak ada yang salah dengan sebuah tangisan. Jangan membuat batasan bahwa tangisan adalah kadar seseorang cengeng, lemah. Justru bagi mereka yang kuat, tangisan adalah titik terendah di mana mereka sudah tidak mampu berkata-kata untuk mengungkapkan apa yang mereka rasakan, maka tangisan berbicara. 

Pun jangan membuat batasan hanya perempuan yang boleh menangis, Laki-laki tidak boleh, dianggap lemah. Sungguh itu paradigma yang menyesatkan. 

Silakan menangis, tanpa harus merasa malu, tanpa harus berfikir gendermu. Setidaknya dengan menangis membuktikan bahwa kita masih memiliki hati, kita masih seorang manusia. Dengan catatan, lakukan secukupnya, di tempat semestinya, karena hal yang berlebihan tidak pernah baik hasilnya.

Silakan meluapkan emosi, berbagi cerita. Ceritakan apa yang kita rasakan, kepada orang yang kita percaya, yang mampu menjaga rahasia kita. Karena tidak semua orang yang bertanya "kenapa?" benar-benar peduli dengan apa yang kita alami, lebih banyak sekedar ingin tahu untuk kemudian berlalu. 

Berceritalah, kitapun bisa meluapkan emosi kita lewat tulisan. Takut jika dibaca seseorang, ketahuan rahasia kita, langsung hapus atau bakar begitu kita selesai meluapkan emosi kita. Lebih baik lagi, jika kita bercerita pada Sang Pencipta, dijamin cerita kita akan lebih aman. Bisa saja kita diberikan cobaan, karena Dia rindu mendengar rintihan kita, cemburu karena kita sudah lama abai pada-Nya dan perlahan menjauh. Dan sungguh, dari semua do'a kita, Allah tidak pernah menolaknya. Dia mempunyai 3 jawaban: "Iya/Nanti/Aku punya yang lebih baik untukmu".

Maka tugas kita adalah berusaha, menunggu, menunggu jawaban itu datang. Tidak sekarang, nanti. Tidak di dunia, di akhirat. Jangan pernah putus harapan, karena jawaban itu pasti ada. Jawaban dari setiap do'a kita, harapan kita, pinta kita. 

Jika memang saat ini kendaraan yang kita kendarai sedang melalui jalan berbatu, mengalami guncangan hebat. Jangan pernah putus harapan. Kita sudah melakukan yang terbaik. Jika memang lelah, ambillah istirahat sejenak, menyiapkan perbekalan, menyusun rencana untuk ke depan. Kemudian bangkit dengan lebih gagah lagi.

Cintai dan hargai diri kita terlebih dulu untuk kemudian mencintai dan menghargai orang lain, maka kita akan dicintai dan dihargai orang lain. Lakukan dengan ikhlas. 

Dekap rasa sakit itu jadikan pembelajaran ke depan, simpan kenangan itu di tempat semestinya untuk kita temui dengan senyum lebar di kemudian hari. Hingga nanti, saat semuanya membaik kita bisa mengatakan pada kenangan pahit yang itu. "Ahhh... Aku pernah berada di masa ini dan kini aku sudah berada di masa yang lain. Terima kasih sudah menjadi kuat. Terima kasih sudah bertahan."

 


 


Sunday, 15 November 2020

Aku Ingin Kembali

 

sumber: google.com
 

Kemarin aku baru saja menyelesaikan sebuah pelatihan yang membuatku tersadar akan beberapa hal. Aku melupakan sisi nikmat di mana aku tenggelam dalam bacaan, menyibukkan diri di antara tumpukan buku, melelahkan jemari dengan menulis apa saja yang bisa kutulis, belajar banyak hal untuk kemudian tersenyum menertawakan kebodohanku dan betapa dangkalnya ilmuku.

Hari pertama pelatihan, kelas bergabung. Ada satu sosok wanita cantik yang menarik perhatianku. Kritis, pintar, dan cantik. Itu yang bisa kuungkapkan untuk menggambarkan sosok wanita mengagumkan itu. Sosok itu juga yang menyadarkanku bahwa sudah lama aku meninggalkan kebiasaanku sekaligus membuatku iri akan potensi yang dimilikinya.

Dengan dua buah kalimat, "Duta Bahasa" dan "Kulahap habis buku itu.", cukup membuat emosiku bergejolak. Ada rasa iri, malu, kagum, sekaligus rindu. Mendadak pipiku terasa hangat. Bukan karena menangis, karena aku sedang menahan gejolak keempat perasaan itu.

Aku terlempar ke masa di mana aku pernah begitu menikmati saat-saat menenangkan menghabiskan waktu di perpustakaan kota atau perpustakaan sekolah maupun toko buku. berlama-lama di sana, dengan jemari yang menelusuri setiap lekukan buku yang hampir semuanya menarik menurutku.Ingin sekali kuborong semua buku itu untuk kemudian kupindahkan ke rumahku. Itulah kenapa aku getol sekali ingin mengoleksi buku untuk kemudian membuat perpustakaan mini di rumahku. Sayangnya bukuku terlanjur dihibahkan ibu kepada tukang loak, beruntung aku masih bisa menyelamatkan buku-buku semasa kuliah.

Aku ingat, jika senggang di rumah atau di kantor, aku akan menuliskan apapun untuk mengisi waktu luang, jika kebetulan saat itu aku sedang malas membaca. Aku orang yang suka mengamati, maka apa yang kuamati akan kutulis dalam buku untuk kemudian kupindahkan ke dalam laptop. Aku akan menuliskan hal-hal yang menurutkan bisa bermanfaat untukku dan orang lain. Kupilah-pilih mana yang baik untuk kutulis mana yang tidak. Biasanya aku menulis untuk mengingatkanku sendiri, ku share dengan tujuan siapa tahu bisa bermanfaat untuk orang lain.

Maka keliru jika orang mengira aku menulis untuk menyindir pihak tertentu, karena sejatinya aku menulis untuk mengingatkn diriku sendiri mana yang baik dan mana yang tidak.

Tapi, kebiasaan itu sudah lama kutinggalkan. Mungkin aku tidak pantas untuk mengatakan karena hal sepele aku melupakan kebiasaan itu. Kehilangan data  tentang semua karya tulis baik fiksi maupun non fiksi sekaligus rusaknya notebook beberapa waktu lalu membuatku seolah patah sayap. Jika sebagian orang berfikir kenapa tidak memulai lagi.

Kalian tidak akan mengerti gejolak perasaan saat meneruskan cerita yang sudah ada dan menuliskan yang baru. Ada satu karya fiksiku yang belum kurampungkan, karya yang benar-benar membuatku mencurahkan pikiran dan waktuku untuk mengolah diksi apa yang pantas kumasukkan ke dalamnya. Sudah kucoba untuk menulis kembali cerita yang sama, tapi selalu ada yang kurang di dalamnya. Ada kata-kata yang tidak mengena, berbeda dengan tulisan awalku. Tulisan kedua tidak akan sama dengan tulisan pertama. Tulisan ini kosong, kehilangan jiwanya.

Aku juga mencoba untuk mencari siapa tahu aku menyimpan tulisan itu di tempat lain, tapi tidak, aku tidak pernah memindahkannya. Hambar, aku seolah kehilangan jiwa.

Seseorang pernah membaca cerita fiksiku itu dan menilai jika kata-kata yang kugunakan terlalu sarkasme serta menanyakan apa tujuanku menulis,

Kuakui aku ingin menjadi penulis, tapi dia membantah jika tulisanku terlalu sarkas, publik tidak akan menerimanya. Jika ingin menjual karya, aku harus menyesuaikan dengan minat pembaca. Tapi, aku tidak peduli. Aku menulis untuk kesenanganku, di samping aku ingin orang mengenalku dengan ciri khasku dalam menulis.

Jika aku meniru, mengubah gayaku, itu menjadi bukan aku. Bukankah penulis mudah dikenali karyanya karena gaya penulisannya? Aku menuliskan berdasarkan fakta, lagipula itu cerita fiksi, tak melulu membahas logika, pun tidak melulu terercaya dalam perasaan haru biru. Aku benci roman picisan yang mendayu.

Aku yang terbiasa membuat ending menyedihkan dengan mengakhiri hidup tokoh utama, diprotesnya habis-habisan, Hey! Ini tulisanku, ini ceritaku, dan ini gayaku.

Baiklah, kembali lagi ke awal cerita. Aku iri juga iri pada gadis itu, dia mengingatkan dengan sosokku yang dulu, dan sekarang aku meringkuk mengesampingkan kesenangan itu untuk kemudian terjebak pada hal yang sia-sia.

Aku mendambakan kebebasanku, sepak terjangku yang terkadang terlalu spontan, kata-kataku yang lugas.

Aku... Ingin kembali.

Hei, Orie tokoh utama dalam cerita fiksiku, bangkitkan untuk untuk kembali mengembangkan kisahmu. Aku terlalu lama tertidur dan meringkuk di sudut terjauh jiwaku.

Wednesday, 7 September 2016

Daun yang jatuh tak pernah membenci angin

"Daun yang jatuh tak pernah membenci angin

benar, meskipun karena angin daun harus terjatuh ketanah, berpisah dari pohonnya,
tertiup tanpa bisa membantah.

dia pasrah, menerima takdirnya.
tak berusaha menyalahkan siapapun tentang keadaannya.
ikhlas.

Monday, 18 January 2016

Rindu, Kenangan itu Antik

Bolehkah aku hadirkan rindu malam ini?
Mengemukakannya pada langit dan angin.

Perkenankanlah rinduku,
Yang malam ini entah kenapa seolah tak ingin beranjak sedikitpun.
Kami tidak sedang mengadakan pesta di sini.
Lantas kenapa kau hadir?

Monday, 17 August 2015

Cahaya Bulan

Puisi Cahaya Bulan, karyanya Soe Hok Gie kalo ga' salah, seorang aktifis yg gugur di puncak gunung. Filmnya sudah ditayangkan di layar lebar. Nicholas Saputra yang memerankan sosok Soe Hok Gie membacakannya dengan kalem, tpi ngena. ;)



Akhirnya semua akan tiba pada suatu hari yang biasa
Pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui
Apakah kau masih selembut dahulu
Memintaku minum susu dan tidur yang lelap
Sambil membenarkan letak leher kemejaku

Enyah Saja Kau Pekat




Bukan nggak ada kerjaan, hanya mencoba hal baru.
Melakukan musikalisasi puisinya Dian Sastro dalam film AADC.
Mgkin agak sedkit menimbulkan polusi suara. Klo yg merasa terganggu, jgn dibuka yaaaaa... :D

Biar jelas, ini liriknya

Wednesday, 11 March 2015

Ketika Hasil Akhir Berbicara

Untuk sebuah kesabaran,
sabar akan penantian,
sabar akan pengharapan,
sabar akan perjuangan,
sabar akan cobaan.

Sabar,
ketika melepaskan untuk yang hendak menghilang,

Tuesday, 17 February 2015

Nih lagu lumayan bgus buat pengantar tidur dan bermimpi. :D
Unintended - Muse

You could be my unintended choice
Kau mungkin kan jadi pilihan tak terdugaku
to live my life extended
untuk menemani hari-hariku
You could be the one
Kau mungkin kan jadi satu-satunya
I’ll always love
Yang kan selalu kucinta

Monday, 26 January 2015

Yiruma - When The Love Falls

Huahahahahuuuuu.....
Stresss! Aku stresss cri kode nih lagu termasuk cri liriknya.
Ampun deh. Dri jdul nya ja udh ceesssszzz banget, ku rasa liriknya leboh wow.
Obrak-abrik mbah google, berhrap bsa jdiin nih lagu buat di denger begitu buka blog, ga' ktmu.
Penasarn ma liriknya, cri di wak google jg ga' ktmu.
Cma instrumennya ja, nada doang ga' da lirik.

OMS - Curhat

Aku yang lemah tak berdaya
Bila ku terluka olehmu karenamu
Menusuk jantungku merajam jiwaku
Terlelap dalam kepedihanku

Aku pun menangis tertawa
Tiada yang tahu tentangku hidupku

Mimpi

Mimpi itu menggelitik
Menyanyikan soneta kisah rahasia

Sibak saja tabir gelap itu
Andai terang bisa dijenguk

Ketuk semua sisi
Tak akan merubah sudut

Tuesday, 6 January 2015

Rindu

Perasaan apa ini,
begitu menyesakkan,
jengkel benar saat tak mampu diungkapkan,
saat tak bisa menenangkan.

Perasaan apa ini,
ketika harus terisak saat menginginkan,

Sunday, 16 November 2014

Kembalilah

Dia terluka,
luka yang siapapun tak tahu dalamnya,
tak tahu seberapa perihnya,
sebanyak apakah sayatnya.

mendung menggantung di pelupuknya,
membendung tangis yang siap pecah,
tapi tidak,
dia tak pernah mau melakukannya dihadapan mereka.

Sunday, 29 June 2014

Pengganti

Hujan tak pernah marah saat pelangi hadir
menyingkirkannya untuk menghiasi langit

Bulan tak pernah marah saat awan datang
meniadakan sinarnya tapi menyisakan bintang
untuk memeriahkan langit malam

Tuesday, 13 May 2014

Untuk Dia

Untuk dia,
yang dalam do'a sederhanaku
ku selipkan namanya,
berharap kebahagiaan menjadi miliknya.

Untuk dia,
yang belum pernah ku sapa wajahnya,

Sunday, 6 April 2014

Aku takut Sunyi

Bulan,
jika tiba masamu menerangi langit malam dengan cahayamu,
maka berjanjilah untuk tetap di tahta mu,
berpendar meramaikan malam.

Matahari,
jika tiba waktumu memancarkan sinar hangatmu,

Monday, 24 March 2014

Hujan

Ini tentang hujan,
semua yang benar-benar berhubungan dengan hujan,
rinainya yang memercikkan kisah,
aroma basahnya yang menguarkan rindu,
denting tariannya yang mendendangkan asa.

Hujan,
tapi ini bukan lagi kisah yang sama,

Friday, 21 February 2014

Laki-laki VS Perempuan


Vega tidak pernah suka dekat-dekat anak perempuan, baginya perempuan itu hanya merepotkan. Sedikit-sedikit menangis, sedikit-sedikit berteriak, sedikit-sedikit marah-marah tidak jelas. Belum lagi kalau ada apa-apa, mereka akan dengan sigap melapor pada guru, membuat anak laki-laki dihukum dan mereka hanya tertawa. Makanya Vega sangat suka menjahili anak perempuan, melihat mereka menangis, dan dengan wajah tanpa dosa meninggalkannya. Bersikap seolah tak tahu apa-apa.