Dan
saat ini, iblis mulai menyadari perubahan Sang Bidadari. Dia memilih mendekati
sosoknya yang tengah bermain dengan ilalang.
“Kau
berubah.”
Bidadari
tak menggubris, tetap asyik dengan kegiatannya.
“Kau
mengabaikanku sekarang?”
“Sejak
dulu aku mengabaikanmu.” Jawab Sang Bidadari dingin.
Iblis
menggeram tak suka, “Aku berbuat salah padamu?”
“Kau
bersalah pada manusia, aku tidak ada hubungannya denganmu.”
Iblis
benar-benar marah, ada yang tidak beres. Dia menarik lengan Sang Bidadari
hingga membuat mata itu kini menatapnya nyalang.
“Singkirkan
tanganmu dariku!” desisnya sembari menepis tangan iblis.
Meski
sebentar, iblis tahu sorot mata itu berubah. Bukan tatapan yang pertama dia
lihat juga bukan tatapan redup seperti terakhir kali mereka berpapasan.
“Apa
ini? Kenapa aku tak bisa mengenali sosokmu kali ini?” Iblis mulai gusar.
“Tak
ada yang bisa mengenalku seutuhnya kecuali penciptaku.”
“Persetan!
Katakan kenapa kau begini?”
“Untuk
apa?”
“Hah!
Bidadari kita kembali menjadi sombong.” Iblis mengejek.
“Tidak,
aku hanya kembali pada penciptaku.”
“Kau…
omong kosong macam apa lagi ini? Kau akan meninggalkan dunia ini? Bukankah kau
menyukai manusia?”
"Saat
kau mulai damai. Dia kembali berulah dengan mengatakan bahwa dia bisa tanpa
bantuanmu. Dia ingin membuatmu malu karena berfikir bahwa dia tak mampu melakukan
apapun tanpamu. Entah dia mendengarkan bisikan darimana hingga bisa berfikir
bahwa kau menganggap dia tak mampu melakukan apapun tanpa bantuanmu. Padahal
seharusnya dia sadar, saat kalian dekat, kau yang selalu mengatakan bahwa dia
bisa, hanya terlalu cepat menyerah. Kau yang akan lebih dulu tersenyum senang
saat dia bisa melakukannya sendiri tanpa bantuanmu. Maka konyol sekali jika
sampai terlintas pemikiran kau ingin dia hanya bergantung padamu. Hahhhhh….
Manusia yang kau cintai itu terkadang lucu sekali bidadariku. Mereka bisa
memelintir kata-kata menjadi sangat manis dan bisa sangat beracun. Bodohnya
dia, mempercayai semuanya. Kau yang diam-diam membantunya, tak pernah
berfikiran bahwa dia tak bisa tanpamu, kau hanya khawatir dia kesulitan dan kebingungan
sehingga kau meminta bantuan orang lain untuk mendekat padanya lebih dulu,
karena kau khawatir dia kebingungan untuk mencari tempat bertanya. Tapi… niatmu
justru disalah artikan. Entah disalah artikan atau ada bisikan lain yang
dipelintir sedemikian rupa untuk membuatnya makin membencimu.
Tapi
bidadariku… manusia itu. Jika sudah membenci, maka kebencian itu akan melekat
kuat. Mau kau jungkir balik untuk membuat mereka mempercayaimu, mereka akan
tetap menyangkalnya. Beruntung kau memilih diam, meski sebenarnya kau mulai
marah karena terus-menerus dihina. Kau bersikap seolah tak tahu apapun.
Melanjutkan aktivitasmu seperti biasa.
Dan
nyatanya tanpa kau harus meluruskan semua kesalahpahaman, akan selalu ada orang
yang mempercayaimu. Tidak sedikit, banyak. Kau beruntung. Tuhan benar-benar
melimpahkan cinta-Nya padamu.”
“Bidadariku…
boleh aku bertanya satu hal padamu? Aku penasaran sejak kau berubah menjadi tak
peduli lagi padanya, manusia spesialmu. Kau benar-benar menutup semua akses
untuk masuknya informasi tentangnya. Meskipun akhirnya ada saja yang
menyampaikannya kepadamu tanpa kau minta. Kabar baiknya, kau hanya tersenyum
menanggapinya. Jika itu hal buruk tentangnya, kau akan meluruskannya jika
memang itu salah. Jika itu tentang dia yang masih mengungkit kebencian
tentangmu, kau hanya tersenyum tapi tak berniat mencari tahu lebih banyak.
Apakah kau benar-benar sudah melupakannya? Meski terkadang ada saatnya kau
bersedih, tapi tidak sebanyak dulu.”
Sang
bidadari menghembuskan nafas perlahan, “Aku telah berlepas diri darinya. Aku
tak punya urusan apapun lagi dengannya. Aku sudah melakukan semua yang kubisa
untuk meraihnya, tapi dia mendorongku menjauh. Baik dengan sikap dan kata-kata
kasarnya. Dari sana aku sadar, tak ada lagi yang perlu kulakukan.
Maka
setiap malam aku mengatakan kepada Penciptaku, “Tuhanku, aku berlepas diri
darinya. Kumaafkan dia, aku mengikhlaskannya, merelakannya. Untuk semua rasa
sakit yang kuterima selama kami dekat, kuanggap sebagai penebus rasa sakitnya
yang dia anggap sudah kukhianati. Tapi rasa sakit yang kuterima setelah asing
kami hingga aku menutup akses untuk dia masuk kembali, kuikhlaskan. Jika
memang… dia masih melakukan hal-hal buruk yang ditujukan kepadaku dan
orang-orang terdekatku tanpa sepengetahuanku. Kubiarkan Tuhanku bersama
semestanya yang bertindak. Aku tak ingin membalas apapun. Aku masih ingin
menganggapnya orang baik yang pernah kukenal.
Rasa
sakit itu berganti dengan kecewa. Maka aku tak bisa lagi kembali. Sudah saatnya
aku melepaskan cintaku dan menghargai diriku sendiri. Untuk apa aku bertahan di
sisi orang yang bahkan selalu mendorongku untuk pergi. Aku harus bisa
menghargai diriku sendiri, terutama aku tak ingin melukai orang lain yang tak
bersalah yang ikut terluka karena kebodohanku selama ini.”
Iblis
mengangguk. Untuk kemudian tersenyum lebar.
“Bagus
bidadariku. Maka aku bisa melihat lebih banyak lagi senyummu.”
Sang
bidadari menatap iblis sinis, “Jangan coba-coba mengacaukan manusia di
sekelilingku.”
Iblis
terbahak, “Lihat. Bidadari kita ini sungguh terlalu. Dia bisa mengorbankan diri
sendiri untuk manusia lain tapi tak ada toleransi untuk kami.”
“Aku
tak berniat memaklumi kalian.” Jawab bidadari sembari berlalu dan kembali ke
tempat persembunyiannya.
Iblis tersenyum, “Naif sekali bidadariku satu itu. Dia tak memaklumi tapi tak sadar memberi ruang pada kami untuk menyelinap memanipulasi orang-orang di sekitarnya. Yahhh… setidaknya itu tugas kami.
Andai kau tahu bidadariku, manusia spesialmu bahkan bersekutu dengan bangsa kami untuk mencelakaimu. Dia bahkan jauh lebih buruk dari bangsa kami sendiri. Beruntunglah kau dijauhkan dari makhluk seperti itu yang akan selalu menyerap habis energi positifmu.”