Monday, 31 March 2025

Percakapan Iblis dan Bidadari - End

 

Dan saat ini, iblis mulai menyadari perubahan Sang Bidadari. Dia memilih mendekati sosoknya yang tengah bermain dengan ilalang.

“Kau berubah.”

Bidadari tak menggubris, tetap asyik dengan kegiatannya.

“Kau mengabaikanku sekarang?”

“Sejak dulu aku mengabaikanmu.” Jawab Sang Bidadari dingin.

Iblis menggeram tak suka, “Aku berbuat salah padamu?”

“Kau bersalah pada manusia, aku tidak ada hubungannya denganmu.”

Iblis benar-benar marah, ada yang tidak beres. Dia menarik lengan Sang Bidadari hingga membuat mata itu kini menatapnya nyalang.

“Singkirkan tanganmu dariku!” desisnya sembari menepis tangan iblis.

Meski sebentar, iblis tahu sorot mata itu berubah. Bukan tatapan yang pertama dia lihat juga bukan tatapan redup seperti terakhir kali mereka berpapasan.

“Apa ini? Kenapa aku tak bisa mengenali sosokmu kali ini?” Iblis mulai gusar.

“Tak ada yang bisa mengenalku seutuhnya kecuali penciptaku.”

“Persetan! Katakan kenapa kau begini?”

“Untuk apa?”

“Hah! Bidadari kita kembali menjadi sombong.” Iblis mengejek.

“Tidak, aku hanya kembali pada penciptaku.”

“Kau… omong kosong macam apa lagi ini? Kau akan meninggalkan dunia ini? Bukankah kau menyukai manusia?”

 Kau yang selalu berusaha untuk tidak mengatakan apapun, menghakimi siapapun, mulai bisa berfikir jernih. Kau memilih berlepas diri darinya. Terlebih setelah kau tahu dia sudah dekat dengan Wanita lain. Kau tahu, tugasmu untuk menjaganya, mendo’akan kebahagiaannya telah selesai. Itu bukan lagi tugasmu, sudah ada orang lain yang bisa melakukannya untuk manusia spesialmu.” Iblis tersenyum saat melihat sang bidadari tersenyum. Dia tahu sang Bidadari tengah menertawakan kebodohannya.

"Saat kau mulai damai. Dia kembali berulah dengan mengatakan bahwa dia bisa tanpa bantuanmu. Dia ingin membuatmu malu karena berfikir bahwa dia tak mampu melakukan apapun tanpamu. Entah dia mendengarkan bisikan darimana hingga bisa berfikir bahwa kau menganggap dia tak mampu melakukan apapun tanpa bantuanmu. Padahal seharusnya dia sadar, saat kalian dekat, kau yang selalu mengatakan bahwa dia bisa, hanya terlalu cepat menyerah. Kau yang akan lebih dulu tersenyum senang saat dia bisa melakukannya sendiri tanpa bantuanmu. Maka konyol sekali jika sampai terlintas pemikiran kau ingin dia hanya bergantung padamu. Hahhhhh…. Manusia yang kau cintai itu terkadang lucu sekali bidadariku. Mereka bisa memelintir kata-kata menjadi sangat manis dan bisa sangat beracun. Bodohnya dia, mempercayai semuanya. Kau yang diam-diam membantunya, tak pernah berfikiran bahwa dia tak bisa tanpamu, kau hanya khawatir dia kesulitan dan kebingungan sehingga kau meminta bantuan orang lain untuk mendekat padanya lebih dulu, karena kau khawatir dia kebingungan untuk mencari tempat bertanya. Tapi… niatmu justru disalah artikan. Entah disalah artikan atau ada bisikan lain yang dipelintir sedemikian rupa untuk membuatnya makin membencimu.

Tapi bidadariku… manusia itu. Jika sudah membenci, maka kebencian itu akan melekat kuat. Mau kau jungkir balik untuk membuat mereka mempercayaimu, mereka akan tetap menyangkalnya. Beruntung kau memilih diam, meski sebenarnya kau mulai marah karena terus-menerus dihina. Kau bersikap seolah tak tahu apapun. Melanjutkan aktivitasmu seperti biasa.

Dan nyatanya tanpa kau harus meluruskan semua kesalahpahaman, akan selalu ada orang yang mempercayaimu. Tidak sedikit, banyak. Kau beruntung. Tuhan benar-benar melimpahkan cinta-Nya padamu.”

“Bidadariku… boleh aku bertanya satu hal padamu? Aku penasaran sejak kau berubah menjadi tak peduli lagi padanya, manusia spesialmu. Kau benar-benar menutup semua akses untuk masuknya informasi tentangnya. Meskipun akhirnya ada saja yang menyampaikannya kepadamu tanpa kau minta. Kabar baiknya, kau hanya tersenyum menanggapinya. Jika itu hal buruk tentangnya, kau akan meluruskannya jika memang itu salah. Jika itu tentang dia yang masih mengungkit kebencian tentangmu, kau hanya tersenyum tapi tak berniat mencari tahu lebih banyak. Apakah kau benar-benar sudah melupakannya? Meski terkadang ada saatnya kau bersedih, tapi tidak sebanyak dulu.”

Sang bidadari menghembuskan nafas perlahan, “Aku telah berlepas diri darinya. Aku tak punya urusan apapun lagi dengannya. Aku sudah melakukan semua yang kubisa untuk meraihnya, tapi dia mendorongku menjauh. Baik dengan sikap dan kata-kata kasarnya. Dari sana aku sadar, tak ada lagi yang perlu kulakukan.

Maka setiap malam aku mengatakan kepada Penciptaku, “Tuhanku, aku berlepas diri darinya. Kumaafkan dia, aku mengikhlaskannya, merelakannya. Untuk semua rasa sakit yang kuterima selama kami dekat, kuanggap sebagai penebus rasa sakitnya yang dia anggap sudah kukhianati. Tapi rasa sakit yang kuterima setelah asing kami hingga aku menutup akses untuk dia masuk kembali, kuikhlaskan. Jika memang… dia masih melakukan hal-hal buruk yang ditujukan kepadaku dan orang-orang terdekatku tanpa sepengetahuanku. Kubiarkan Tuhanku bersama semestanya yang bertindak. Aku tak ingin membalas apapun. Aku masih ingin menganggapnya orang baik yang pernah kukenal.

Rasa sakit itu berganti dengan kecewa. Maka aku tak bisa lagi kembali. Sudah saatnya aku melepaskan cintaku dan menghargai diriku sendiri. Untuk apa aku bertahan di sisi orang yang bahkan selalu mendorongku untuk pergi. Aku harus bisa menghargai diriku sendiri, terutama aku tak ingin melukai orang lain yang tak bersalah yang ikut terluka karena kebodohanku selama ini.”

Iblis mengangguk. Untuk kemudian tersenyum lebar.

“Bagus bidadariku. Maka aku bisa melihat lebih banyak lagi senyummu.”

Sang bidadari menatap iblis sinis, “Jangan coba-coba mengacaukan manusia di sekelilingku.”

Iblis terbahak, “Lihat. Bidadari kita ini sungguh terlalu. Dia bisa mengorbankan diri sendiri untuk manusia lain tapi tak ada toleransi untuk kami.”

“Aku tak berniat memaklumi kalian.” Jawab bidadari sembari berlalu dan kembali ke tempat persembunyiannya.

Iblis tersenyum, “Naif sekali bidadariku satu itu. Dia tak memaklumi tapi tak sadar memberi ruang pada kami untuk menyelinap memanipulasi orang-orang di sekitarnya. Yahhh… setidaknya itu tugas kami.

Andai kau tahu bidadariku, manusia spesialmu bahkan bersekutu dengan bangsa kami untuk mencelakaimu. Dia bahkan jauh lebih buruk dari bangsa kami sendiri. Beruntunglah kau dijauhkan dari makhluk seperti itu yang akan selalu menyerap habis energi positifmu.”

Wednesday, 5 February 2025

Percakapan Iblis dan Bidadari

Belakangan ini, iblis mulai kebingungan dengan perubahan sang bidadari yang dikenalnya selama ini. Sang Bidadari yang kerap tersenyum ramah padanya, sekalipun kehadirannya membawa petaka, tak mampu membuat sang bidadari marah atau bersedih.

Tapi kini, sang Bidadari mulai mengabaikannya, seolah kembali ke sosoknya yang pertama kali iblis temukan. Sosok yang begitu dingin dan tak peduli pada sekitarnya. Sosok yang dia bentuk dari kejatuhannya pertamanya setelah habis-habisan ditipu oleh seorang manusia yang membuatnya buta akan cinta. Sejak saat itu, sang bidadari menjadi sosok yang tak tersentuh, tersenyum seadanya, berbicara seadanya.

Dia kembali hidup dan lebih berwarna beberapa bulan lalu, tapi sayangnya kembali sang iblis melihat pemandangan tragis dari sosok sang bidadari.

Kejatuhannya yang kedua. Hanya karena kenaifannya, yang begitu mencintai seorang manusia, manusia yang begitu spesial baginya. Begitu dijaga, dia pastikan selalu ada untuknya, mengabulkan semua inginnya, mengalah pada inginnya, melindunginya, melangitkan namanya untuk kebahagiaannya. Tapi apa yang dia terima?

Cacian, makian, kebencian, fitnah dan hal buruk lainnya. Hebatnya lagi, setelah mendapatkan semua perlakuan itu, sang Bidadari justru menyalahkan dirinya sendiri. Membela manusia spesialnya, membuat terluka manusia lain yang benar-benar peduli padanya.

Mata itu kehilangan sinarnya, perlahan redup bersama jiwanya.

 

“Haruskah ku hancurkan dunia agar tidak ada lagi makhluk yang bernama manusia?”

Setidaknya inilah percakapan pertama yang terjadi setelah iblis jengah melihat bidadari yang terlihat begitu menyedihkan.

Dengan cepat sang bidadari menggeleng, “Kau tidak berhak melakukannya.”

Sang Iblis terkekeh, “Kau tahu bidadariku yang naif. Kami cukup membisikkan kata-kata manis, mereka manusia serakah akan bergerak dengan sendirinya bahkan terkadang tanpa kami minta. Mereka berimprovisasi, mengacaukan tatanan dunia, merusaknya.”

“Tidak semuanya. Masih ada yang merawat dan memperbaikinya.”

“Hah! Kau bela saja terus mereka, tapi lihat? Nasibmu berakhir menyedihkan di tangan makhluk yang begitu kau cintai bernama manusia.”

“Itu bukan salahnya.”

Sang Iblis Kembali terbahak. “Wah… Sang bidadari kita ini benar-benar berwelas asih, seperti yang dirumorkan. Tapi tidakkah kau lihat apa yang dilakukan manusia yang kau cintai di belakangmu? Bahkan setelah ketiadaanmu di sisinya, dia terus-menerus mengumpatmu, membencimu, memfitnahmu. Kau tidak marah?”

Sang Bidadari menggeleng membuat Sang Iblis mendecak kesal.

“Kau tahu kan apa yang dia lakukan? Kau lihat sendiri buktinya yang diberikan manusia lain padamu?”

Tak ada jawaban, Iblis kembali melanjutkan.

“Pertama, dia menyalahkanmu karena tidak memilihnya. Berkoar ke sana kemari tentang betapa terlukanya dia, bodohnya kau malah mengamini dan menganggap bahwa itu memang salahmu.

Kedua, dia mulai mengarang indah dengan mengatakan kau hewan berwujud manusia, nyatanya kau bidadari yang menyelinap ke dunia manusia.

Ketiga, dia kembali membuat dongeng dengan mengatakan kau tukang selingkuh. Kau tahu? Ini terdengar konyol sekali. Aku yang murni seorang iblispun tertawa melihatnya. Bagaimana mungkin dia menuduhmu selingkuh dan berkhianat? Sedangkan selama ini tak pernah ada kejelasan apapun tentang hubungan kalian. Bahkan dengan mulutnya sendiri, dia mengakuimu sebagai teman, rekan kerja kepada orang-orang yang bertanya.

Kau menahan diri untuk tidak terluka, memaklumi sikapnya. Kau menekan semua rasa cemburu, kesepian, tak dianggap. Meski kau tahu kau tak pernah spesial baginya, kau tetap berdiri di sisinya, menemaninya, menjaganya, melakukan apapun yang kau bisa. Tak peduli meski harus berdebat dengan orang-orang yang tak suka, tak peduli harus mengalah pada keegoisannya, tak peduli meski harus terluka dengan semua perlakuannya. Kau tetap berdiri di sisinya seperti orang bodoh.

Kau yang sejak awal tak pernah berniat untuk memberikan cinta setelah pernah terluka begitu hebat, lengah dengan membiarkan pertahananmu menurun, waspadamu menghilang, kau terjebak dalam perasaan tak perlu. Hingga akhirnya kau memilih untuk tetap menemaninya hingga dia menemukan sosok yang dia cari selama ini. Wahhh… lapang dada sekali bidadari kita ini. Khawatir benar manusia spesialnya terluka sampai rela mengorbankan dirinya sendiri.

Lucunya juga, dia sebenarnya tahu perasaanmu tapi tak berniat untuk bertindak. Menikmati semua perhatianmu tapi tak paham tentang menderitanya kau dengan pemikiran bahwa semua perasaan itu hanya kau rasakan sendiri.

Hingga kau memantapkan hati, kau mundur memilih orang lain yang lebih bisa menghargai arti kehadiranmu. Manusia spesialmu marah, tak terima. Membuatmu nyaris melanggar janjimu pada manusia lainnya yang juga hendak melepasmu karena melihat betapa matamu selalu berbinar bersama manusia spesialmu.

Beruntung, manusia lainnya mencegahmu. Dan lebih beruntung lagi, manusia spesialmu justru menjauh darimu, tak mengizinkanmu untuk mendekat. Andai dia bersikap seperti biasa, kau pasti goyah. Diabaikan dan diasingkan saja kau masih bodoh terus mencarinya, terus memikirkannya, terus menyalahkan dirimu sendiri karena dia terluka. Padahal andai kau mau berfikir sedikit saja, seperti yang manusia khususmu bilang, kau tidak bersalah.

Itu murni salah manusia spesialmu. Kenapa dia menyia-nyiakan kesempatan yang ada dengan dalih menunggu moment yang tepat. Mana dia peduli dengan lukamu karena mengira hanya kau yang memiliki perasaan itu.”

Iblis menjeda sejenak kalimatnya, memperhatikan raut wajah sang Bidadari. Tapi sosok itu bungkam.

“Kesalahannya yang tidak dengan cepat mempertegas hubungan kalian, dia lemparkan kepadamu dengan mengatakan kau berkhianat?” Iblis Kembali terbahak.

“Aku tidak pernah tahu jika seorang manusia yang berjenis kelamin laki-laki lebih memikirkan moment daripada berfikir rasional untuk segera bertindak sebelum kau direbut orang lain. Dia terlalu yakin bahwa kau akan selalu ada untuknya. Dia lupa jika kau pernah terluka dan kau bisa dengan kejam menikam hatimu sendiri untuk segera mengakhiri penantian yang melelahkan, mimpi-mimpi dan harapan. Kau telah belajar banyak dari penantian yang sia-sia.

Dia terlalu terlena dengan pemikiran itu. Padahal dia jelas tahu beberapa lelaki berusaha mendekatimu, tapi dia merasa aman karena kau tak pernah menggubrisnya. Sedangkan dia? Dengan santainya dekat dengan banyak wanita. Membuatmu makin merasa kerdil dan berfikir kau tak pernah punya kesempatan. Tapi lihat? Saat dia tahu kau memilih orang lain dan menyerah pada penantianmu, dia marah. Tak pernah melihat bagaimana tingkahnya selama ini dekat dengan perempuan manapun, menikmati kecemburuanmu. Tanpa tahu malu mengatakan dia tahu kau cemburu, tahu kau menyukainya, tapi tak berniat melakukan apapun, bertahan dengan dalih menuggu moment.

Lihat? Akibat kesalahannya yang terlalu terlena, kau pergi. Dia marah, memakimu, menyebarkan fitnah bahwa kau berselingkuh. Konyol sekali! Selingkuh itu hanya berlaku bagi mereka yang memiliki hubungan pacaran atau menikah. Sedangkan kalian? Tak punya hubungan apapun dengan siapapun. Dia bahkan mengumpatmu dengan kata-kata yang tidak pantas. Apa? Ahhh… perempuan yang lebih menjijikkan dari seorang pelacur? Wanita yang tak cukup dengan satu k****l. Sungguh bidadariku. Bangsa kami terbahak melihatnya.

Bodohnya, kau terluka. Menangis. Kembali dihantui rasa sakit. Lagi… kau menyakiti orang-orang di sekitarmu yang benar-benar peduli padamu. Mereka memintamu untuk tidak lagi memikirkannya. Bodohnya kau terus memeluk lukamu dan juga memeluk luka manusia spesialmu. Membuatmu dihantui mimpi buruk.

Manusia-manusia lain yang begitu menyayangimu bahkan menawarkan diri untuk melindungimu, meluruskan semuanya, tapi… lagi-lagi kau menghalanginya, nyaris mereka menyerah untuk menyadarkanmu. Hingga mereka mengatakan bahwa mereka terluka akan sikapmu yang mengabaikan peduli mereka. Kau masih saja peduli pada manusia spesialmu yang jelas-jelas ingin menyakitimu. Itu kata-kata yang cukup manjur untuk membuatmu berhenti melakukan kebodohan. Karena mereka tahu, kau tak akan mau melihat orang lain terluka, kau lebih memilih terluka sendiri daripada harus menyakiti orang lain.

Harusnya kau sadar. Sekalipun kau pelacur, bukan haknya untuk menghakimimu. Tuhan saja tak pernah menghakimi hamba-Nya.”

Sang bidadari terdiam, iblis menghentikan amukannya dan memilih meninggalkan sang bidadari sendirian termenung.